JAKARTA – PT Freeport Indonesia (PTFI) telah memutuskan untuk tetap melanjutkan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur. Meski begitu manajemen PTFI tetap menyatakan bahwa akan menderita kerugian dan menghendaki adanya insentif dari pemerintah dalam pembangunan smelter tersebut.

Orias Petrus Moedak, CEO Grup Mineral Industry Indonesia (MIND ID) sebagai holding BUMN Tambang, mengungkapkan sudah berkoordinasi dengan Kementerian BUMN perihal permintaan adanya insentif. Dia berharap ada keringanan yang diberikan pemerintah seperti relaksasi pajak barang impor untuk kebutuhan proyek.

“Kementerian BUMN sudah membantu untuk bersurat dukung adanya insentif khusus untuk pembangunan smelter Freeport. Ini semua berjalan baik tapi memang perlu insentif khusus,” kata Orias disela konferensi pers virtual, selasa (31/8).

Orias mengungkapkan alasan PTFI meminta insentif karena proyek smelter ini sebenarnya hanya memiliki nilai tambah yang rendah, yaitu 5%. Sementara pemurnian untuk komoditas lain di bawah MIND ID seperti nikel 27%, timah 40%, dan besi yang lebih besar lagi nilai tambahnya.

Menurut Orias meskipun Freeport bukan perusahaan baru, tapi pabrik smelter yang dibangunnya merupakan pabrik baru jadi sudah sewajarnya juga mendapatkan insentif.

“Smelter ini proyek baru tapi merugi, masuk dalam perusahaan lama di bawah Freeport. Dia enggak dikasih insentif karena enggak di bawah perusahaan yang berdiri sendiri. Nah ini kan kurang fair. Kita butuh pengecualian, kalau enggak ini kan sesuatu yang rugi padahal rugi dalam rangkat taat aturan,” jelas Orias.

Rugi dalam rangkat taat aturan yang dimaksdu Orias adalah pembangunan smelter bersifat wajib bagi Freeport sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang disepakati dengan pemerintah. Targetnya harus selesai 2023.