JAKARTA – Proyek Abadi Masela ditargetkan sudah bisa memuat kargo LNG pada tahun 2030 yang merupakan target baru yang diajukan pihak Inpex Masela Ltd dan telah disetujui pemerintah.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan selain target produksi yang dimundurkan hal baru lainnya yang ada dalam rencana pengembangan tersebut adalah penerapan Carbon Capture Storage (CCS). Hal itu disampaikan disela pertemuannya dengan Menteri Energi, Perdagangan dan Industri Jepang, Ken Saito.

“Dengan revisi ini, maka target ready for start up dan loading first cargo adalah pada tahun 2030. Setelah ini akan dilakukan penyusunan amandemen KKS WK Masela untuk memasukkan CCS sebagai kegiatan operasi perminyakan. Hasil keekonomian dari revisi 2 POD I akan diperbarui setelah FEED,” ujar Arifin dalam keterangannya (21/12).

Proyek Masela merupakan salah satu proyek yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada tahun 2017. Pada tanggal 10 Oktober 2019, telah ditandatangani amandemen dan perpanjangan kontrak bagi hasil (PSC) Blok Masela, yang semula berlaku sampai 15 September 2028 menjadi 15 September 2055.

Selain Masela, Arifin juga menjelaskan progress Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan. Untuk proyek PLTA Kayan antara PT Kayan Hidro Energy (KHE) dan Sumitomo, saat ini status Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) sudah selesai, begitu pula dengan berbagai perizinan, yakni izin lokasi, AMDAL, IUPTL Wilayah Usaha, Izin Konstruksi Bendungan, dan perpanjangan IPPKH.

Adapun PT KHE mengembangkan empat pembangkit listrik, yakni PLTS Listrik Desa 0,05 MW, yang telah COD pada 2020, PLTA Kayan Satu 900 MW (COD 2025), PLTA Kayan Dua 1.000 MW (COD 2027), dan PLTA Kayan Tiga 1.200 MW (COD 2029).

“PT KHE akan melistriki Desa Long Leju dan Desa Long Peliban Kabupaten Bulungan, serta Kawasan Industri Sangkuriang Kalimantan Timur,” kata Arifin.

Dalam pertemuan bilateral tersebut juga dibahas kerja sama proyek transisi energi, termasuk pengembangan pembangkit panas bumi, pengelolaan pembangkit berbasis sampah perkotaan, perdagangan karbon dan pengolahan critical minerals, termasuk teknologi semikonduktor.

Arifin juga mendorong perusahaan Jepang untuk mendirikan pabrik di Indonesia, seperti kabel listrik dan baterai.

“Kami mengajak perusahaan Jepang untuk mendirikan pabrik kabel listrik dan baterai di Indonesia. Indonesia memiliki kebijakan hilirisasi mineral dan smelter tembaga juga akan segera beroperasi,” ujar Arifin. (RI)