JAKARTA – ExxonMobil menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang jadi prioritas untuk mengimplementasikan teknologi rendah karbon atau Carbon Capture Utilization Storage (CCUS).

Irtiza Sayyed, Presiden ExxonMobil Indonesia, mengungkapkan baru baru ini manajemen Exxon telah menandatangani perjanjian dengan PT Pertamina (Persero) dalam rangka pengembangan bersama implementasi teknologi CCUS di Tanah Air. Bahkan, bukan tidak mungkin dengan kerja sama tersebut akan menjadikan Indonesia pusat atau HUB CCUS di wilayah Asean.

“Kami baru-baru ini menandatangani MoU dengan Pertamina untuk penerapan teknologi low carbon. Bagaiman potennsi CCUS di Asia Tenggara ini. Berikutnya adalah HUB CCUS dengan investasi lebih dari US$100 miliar,” ujar Sayyed.

Menurutnya, Exxon telah memiliki pengalaman mumpuni dalam upaya penurunan emisi karbon akibat dari kegiatann operasi produksi migas. Dia berharap pengalaman itu bisa diaplikasikan di kawasan Asia, khususnya di Asean.

“Teknologi CCUS ini bukan teknologi yang baru di Exxon kami merupakan perusahaan pertama yang mencapture 40% dari CO2 yang sudah di capture. kami sekarang sedang berupaya melihat peluag peluang global termasuk Asia,” ujar Sayyed.

Menurut Sayyed, CCUS nantinya tidak hanya membantu dekarbonisasi, teknologi itu juga membantu menciptakan lapangan kerja baru serta mampu melindungi pekerja yang sudah ada.

Dia optimistis dengan dukungan regulasi dari pemerintah Indonesia upaya bersama ini bisa diterapkan di Indonesia.

“Dapat direpliaksi juga termasuk di Asean dengan tujuan mencapai tujuan yamg ambisisus ini kita perlu upaya bersama. Dari pemerintah dengan berkolaborasi bersama industri,” ujar Sayyed.

ExxonMobil melalui anak usahanya Exxon Mobil Cepu Limited pengelola Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu saat ini jadi penghasil minyak terbesar di Indonesia. Tidak hanya itu dalam proses produksi minyak tersebut terdapat flare gas atau gas buang yang bisa dimanfaatkan.

Nota kesepahaman kerja sama Pertamina dan ExxonMobil dalam penerapan teknologi rendah karbon dan CCUS telah ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President Exxon Mobil Indonesia Irtiza H Sayyed, yang disaksikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, beserta Wakil Menteri BUMN Pahala N Mansury dan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (1/11), pada KTT Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, Skotlandia, yang berlangsung 1-10 November 2021.

Dalam kaitan pengurangan emisi, di sektor hulu, Pertamina telah menginisiasi beberapa proyek CCUS pada lapangan migas dengan potensi pengurangan karbon dioksida hingga 18 juta ton. Salah satu pengembangan teknologi CCUS dilakukan di Lapangan Gundih, Cepu, Jawa Tengah yang terintegrasi dengan teknologi Enhanced Gas Recovery (EGR) dan berpotensi mengurangi sekitar 3 juta ton CO2 dalam 10 tahun dan meningkatkan produksi migas. Proyek direncanakan beroperasi pada tahun 2026.

“Penerapan teknologi CCUS merupakan bagian dari agenda transisi energi menuju energi bersih yang tengah dijalankan Pertamina. Teknologi rendah karbon ini akan mendukung keberlanjutan bisnis Pertamina di masa depan,” ujar Nicke Widyawati.

Tantangan dalam pengembangan CCUS terletak pada nilai investasi yang besar dan nilai keekonomian yang belum ideal. Dalam menjawab tantangan ini, Pertamina terus melakukan sinergi dan kerja sama dengan berbagai perusahaan migas dunia sehingga dapat mengakselerasi implementasi CCUS melalui transfer Technology, joint development dan peningkatan capacity building.

Bersama ExxonMobil, Pertamina akan mengembangkan penerapan teknologi rendah karbon untuk mencapai emisi net-zero dalam mempromosikan global climate goals. Teknologi CCS diaplikasikan melalui penerapan proses injeksi CO2 ke dalam lapisan subsurface untuk diterapkan pada depleted reservoir di wilayah kerja Pertamina, serta mengkaji potensi skema hubs and cluster.

Pertamina dan ExxonMobil juga akan mengkaji terkait berbagi data technical subsurface yang diperlukan untuk penilaian subsurface formation sebagai tempat menyimpan CO2 dan karakteristik di lokasi tertentu di Indonesia. Kedua perusahaan juga akan mengkaji terkait berbagi data infrastruktur termasuk data pipa, fasilitas dan sumur untuk mengevaluasi penggunaan ulang infrastruktur yang ada untuk transportasi. (RI)