JAKARTA – Pemerintah berkomitmen untuk mengimplementasikan secara nyata pemulihan dan perlindungan mangrove. Dari luas lahan kritis 637 ribu hektare, sudah dilakukan rehabilitasi seluas 17 ribu hektare pada 2020. Adapun sasaran indikatif rehabilitasi hingga 2024 yaitu 620 ribu hektare.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), mengatakan manfaat ekosistem mangrove mampu mengurangi 10%–31% emisi tahunan dari sektor penggunaan lahan. Nilai simpanan karbon seluruh mangrove di Indonesia mencapai 3 Gigaton.

“Mangrove juga menjadi pelindung daratan dari angin kencang, gelombang besar akibat perubahan iklim,” kata Luhut, saat memimpin Rakor Pengelolaan Mangrove Nasional secara virtual, baru-baru Ini.

Selain itu, kata Luhut, ekosistem mangrove mampu meningkatkan produktivitas perikanan, kepiting, dan silvofishery. Manfaat lain yaitu ekowisata dan produk turunan seperti dodol, sirup, keripik, dan lain-lain.

Luhut menekankan pentingnya peran masing-masing Kementerian/ Lembaga (K/L) untuk mencapai sasaran rehabilitasi dan perlindungan mangrove dari segala aspek. Termasuk, peran Menteri Parekraf membina desa ekowisata dan Menteri PPDT yang diharapkan membangun desa mangrove binaan selain KLHK, KKP, BRGM, Kemenkeu dan BAPPENAS. Pemerintah kerja keras untuk ini, dengan time-table yang harus disusun secara ketat.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), mengatakan rencana rehabilitasi mangrove pada 2021 seluas 124 ribu hektare (20%), tahun 2022 seluas 155 ribu hektare (25%), tahun 2023 seluas 155 ribu hektare (25%), dan 2024 seluas 187 ribu hektare (30%).

Untuk mencapai target tersebut, maka hal pertama yang penting dilakukan yaitu penguatan koordinasi kelembagaan baik di tingkat nasional, maupun antar strata pemerintahan.

“Dana rehabilitasi mangrove yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2021 sendiri baru mencakup areal seluas 1.250 hektare. Oleh karena itu diperlukan perluasan aspek anggaran melalui kerjasama internasional seperti hibah luar negeri yang disinergikan lintas K/L,” kata Siti.

Siti mengatakan saat ini sudah ada kerja sama KfW Jerman dan KLHK senilai 20 juta Euro. Serta sedang berproses dukungan dari World Bank melalui KKP yang masih dalam pembahasan bersama Bappenas senilai lebih dari US$200 juta.

Upaya percepatan implementasi sudah dilakukan pemerintah diantaranya melalui pembentukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Adapun mandat percepatan implementasi rehabilitasi mangrove kepada BRGM di 9 Provinsi seluas 600 ribu hektar yaitu Sumut, Riau, Kepri, Babel, Kalbar, Kaltim, Kaltara, Papua, dan Papua Barat.

“Target 600 ribu hektar ini merupakan target nasional. Bukan berarti seluruhnya dilakukan oleh BRGM, tapi bersama dengan KLHK, KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), juga pemegang izin tambang kita wajibkan untuk melakukan rehabilitasi mangrove, serta CSR dunia usaha,” ungkap Siti.

Upaya lainnya yaitu melalui riset dan kajian terapan, serta pembangunan persemaian modern dan World Mangrove Center. Selanjutnya, perlu dilakukan review semua kebijakan terkait mangrove atau dapat mengkaitkan mangrove seperti kebijakan pemukiman dan kebijakan industri termasuk dana desa.

“Selain itu, sudah harus dimulai mengatur tentang regulasi teknis tentang mangrove, termasuk aspek-aspek lain juga harus kita ajak untuk menata mangrove, dan memperbarui One Map Mangrove Nasional,” kata Siti.

Siti Nurbaya juga mengatakan tentang World Mangrove Centre di Kalimantan Timur bagian Utara, dengan dukungan hibah Jerman, melalui Project Forest Program (FP) VI “Protection of Mangrove Forest”. “Melalui agenda-agenda tersebut, upaya sinergis dengan platform multisektor dan multi stakeholders yang akan dikembangkan,” tandas Siti.(RA)