JAKARTA – Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengangkat kembali Nicke Widyawati sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero). Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada , menilai pengangkatan Nicke dengan menyisihkan nama-nama lainnya semakin menguatkan indikasi bahwa endorsers Nicke lebih “powerfull” ketimbang nama lainnya.

Menurut Fahmy pengangkatan kembali Nicke sebagai orang nomor satu di Pertamina lebih didasarkan pada kekuatan endorsers, bukan didasarkan atas kriteria dan kinerja terukur. Selama menjabat Dirut Pertamina sejak akhir Agustus 2018 hingga saat ini, menurut Fahmy, kinerja Nicke cenderung jeblok.

“Indikatornya, perolehan laba yang dicatatkan sebagian besar berasal dari dana kompensasi dari Pemerintah, bukan dari pendapatan usaha,” kata Fahmy saat dihubungi Dunia Energi dari Jakarta, Jumat (12/6).

Menurut Fahmy, Nicke gagal dalam menaikkan lifting minyak dari sumur-sumur yang dikelola Pertamina. Bahkan, di sumur terminasi, Blok Madura dan Blok Mahakam, produksinya semakin menurun saat diambilalih oleh Pertamina. “Padahal peningkatan lifting itu sangat dibutuhkan untuk menekan defisit neraca migas, yang semakin membengkak,” ujarnya.

Selain itu, tambah Fahmy, Nicke juga gagal dalam pembangunan kilang minyak. Dari lima kilang minyak yang direncanakan hampir tidak ada kemajuan berati. Kerja sama Pertamina dan Saudi Aramco untuk pengembangan Kilang Cilacap di Jawa Tengah, misalnya, justru berakhir sebelum dimulai. Demikian juga dengan Kilang Bontang, kerja sama Pertamina dengan OOG Oman, juga kandas di tengah jalan.

“Padahal, pengembangan kilang merupakan perintah Presiden Joko Widodo sejak periode pertama Pemerintahan Joko Widodo, tetapi tetap saja kilang minyak tidak dapat dibangun,” jelas Fahmy.

Selain ketiga kinerja jeblok itu, mantan Anggota Tim Pemberantasan Mafia Migas Kementerian ESDM, itu menilai Nicke tidak adil terhadap konsumen BBM Non-Subsidi. Pada saat harga minyak dunia naik, Pertamina dengan sigap menaikkan harga BBM Non-Subsidi. Namun pada saat harga minyak dunia terpuruk pada titik nadir, Pertamina tidak menurunkan harga BBM Non-Subsidi. “Memang Pertamina dapat meraub laba, tetapi masyarakat sebagai konsumen dirugikan,” ujarnya.

Sementara itu, Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menyatakan bahwa pemerintah menunjuk Nicke sebagai direksi berdasarkan penilaian terhadap Key Performance Indicator (KPI).

“Saya utamakan harus ada KPI saya gamau sebagai menteri pimpinan bumn setiap tahun ganti. Saya ganti kalau KPI ga tercapai,” kata Erick saat konferensi pers di Kementerian BUMN, Jumat siang.

Namun demikian ada hal yang menarik. Erick mengaku hanya menerima nama-nama calon Dirut Pertamina dalam kertas untuk diaputuskan.

“Di dalam kertas-kertas yang saya dapatkan, nama-nama tersebut tidak ada. Nama lain ada. Saya enggak mau jadi politisasi seakan pemilihan ini aneh-aneh tapi dua nama tersebut enggak ada. Nama lain ada, tapi Ibu Nicke tetap yang terbaik,” jelas Erick.

Pernyataan Erick patut dicermati, apakah artinya dia hanya menerima usulan tanpa berhak untuk melakukan pertimbangan sendiri. Selain itu, Erick secara spontan juga justru bertanya kepada awak media tentang pelaksanaan RUPS Pertamina, yang justru mengesankan bahwa dia tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan tentang direksi Pertamina. “RUPS-nya udah kan ya?,” kata Erick. (RI)