JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN optimistis untuk melakukan ekspansi bisnis yang ditunjang kebijakan pemerintah menjadikan gas sebagai elemen utama dalam proses transisi energi. Hal ini dalam rangka menurunkan emisi sektor energi yang dipatok mencapai 377 juta ton CO2 pada  2035. Gas bumi bisa menurunkan emisi sekitar 40% dibanding energi lain seperti batu bara dan minyak bumi.

Heru Setiawan, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, mengatakan ada faktor-faktor yang menyebabkan prospek positif akan kebutuhan gas sebagai energi bersih dalam 15 tahun ke depan. Pertama, adanya regulasi dari pemerintah yang menjadikan posisi gas bumi semakin penting sebagai transisi energi dari fosil fuel menuju energi yang ramah lingkungan. Seiring dengan langkah Paris Agreement, sehingga pemintaan terhadap energi terbarukan akan meningkat.

“Kedua, adanya pemintaan energi gas baik dari sektor retail maupun komersial yang semakin meningkat dan menginginkan energi yang bersih dan rendah karbon. Dengan banyaknya permintaan tersebut, dapat mendatangkan banyak investor yang dibarengi juga dengan penggunaan teknologi low carbon,” kata Heru, Rabu (30/6).

Optimasi pemanfaatan gas bumi mulai dilakukan secara massif misalnya adalah dengan adanya penugasan dari pemerintah melalui Kepmen 13/2020 untuk bisa meningkatkan opportunity gas dengan program gasifikasi guna konversi BBM ke BBG di 52 pembangkit listrik.

Menurut Heru jika dilihat dari kapasitas pembangkit listriknya sekitar 1,8 Giga Watt dan berada ditempat-tempat terpencil, khususnya di Indonesia tengah dan timur, maka itu menjadi tantangan bagi PGN untuk membuat skema logistik yang tepat dan menyediakan gas bumi dengan moda beyond pipeline atau non pipa.

“Dengan moda non pipa, kita dapat membawa liquid natural gas (LNG) ke daerah-daerah yang belum terjangkau pipa,” kata Heru.

PGN juga akan menyediakan gas bumi ke kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero). Saat ini sudah terlaksana HoA dengan RU IV Cilacap di mana PGN akan menyuplai gas LNG ke RU IV Cilacap ramp up sampai dengan 111 BBTUD dengan kontrak 20 tahun ke depan. “Hal ini menjadi prospek ke depan, khususnya opportunity gas supply di Jawa Bagian Selatan,” ujar Heru.

Kemudian ada rencana penyaluran gas ke Kilang Pertamina juga akan dilakukan di TPPI Tuban dan Kilang Balikpapan. Di Balikpapan, saat ini sedang dibangun pipa kurang lebih 72 kilometer. Nanti kemungkinan berubah, bisa jadi akan lebih banyak menggunakan LNG dan beyond pipeline.

Faris Aziz, Direktur Sales dan Operasi PGN, mengatakan PGN menyediakan gas bumi dengan volume yang cukup besar ke Kilang Balongan sehingga di Kilang Balongan terjadi efisiensi energi. Selain itu, PGN juga sudah mulai menyuplai gas ke industri Pupuk Kujang ±25 BBTUD yang kemungkinan akan bertambah volume penggunaan gasnya.

“PGN diminta untuk menyuplai gas di kawasan industri. Sudah dilakukan HOA dengan KI Kendal dan KIT Batang yang juga menjadi opportunity yang bagus,” ujar Faris.

Faris nengatakan era dekarbonisasi nantinya harus difokuskan salah satunya dengan peningkatan penyaluran gas. Faris menilai kebutuhan gas sebagai energi bersih masih tinggi hingga 2035.

“Dalam jangka waktu 15 tahun ke depan adalah masa-masa yang harus kita fokuskan pada energi gas dengan mengoptimalkan sumber-sumber gas yang ada saat ini dan memberikan layanan terbaik,” kata Faris.

Faris menuturkan subholding gas telah diberikan tanggung jawab oleh Holding Migas Pertamina bahwa kita menjadi pengelola satu-satunya gas di Indonesia. PGN memiliki RJPP yang dijadikan basis pengembangan bisnis ke depan. “Masa transisi dari fosil fuel ke gas menjadi langkah yang positif, harapannya PGN sebagai Subholding Gas dapat memberikan andil yang besar,” ujar Faris.(RI)