JAKARTA – Berbagai keistimewaan telah diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) sehingga seharusnya kerugian yang dialami pada semester I 2020 tidak terjadi.

Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi sekaligus mantan anggota tim mafia migas, mengungkapkan Pertamina merupakan representasi negara yang mendapatkan privilege dan fasilitas dari pemerintah.

Salah satu fasilitas tersebut misalnya ada di sektor hulu. Pertamina mendapatkan prioritas dalam mengelola blok migas. “Baik lahan baru maupun terminasi,” kata Fahmy kepada Dunia Energi, Jumat (28/8).

Tidak hanya di hulu, pemerintah juga memberikan fasilitas di bisnis hilir karena mendapatkan hak untuk memonopoli distribusi BBM.

Menurut Fahmy, jika Pertamina menjual BBM subsidi atau penugasan dibawah harga keekonomian tapi tetap dibayarkan selisihnya dan bahkan ada kompensasi dari pemerintah. Pada 2019 saja kompensasi yang diberikan pemerintah mencapai Rp45 triliun.

“Pertamina menanggung biaya BBM Satu Harga, tapi pemerintah memberikan kompensasi, salahnya pemberian Blok Mahakam secara gratis,” ujar Fahmy.

Menuut Fahmy, dengan kondisi seperti itu sudah sepatutnya Pertamina mengalami kerugian. “Pertamina mestinya tidak boleh rugi. Seperti dikatakan Ahok (komisaris utama Pertamina) Juni 2020, merem saja Pertamina pasti untung, tapi kenapa ini rugi?” kata Fahmy.

Pertamina membukukan rugi bersih sebesar US$767,92 juta sepanjang semester I 2020. Realisasi tersebut turun drastis dibanding periode yang sama 2019 yang meraih laba bersih US$ 659,96 juta.

Emma Sri Martini, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan Pertamina sebenarnya sudah biasa tertekan oleh volatilitas kurs dan harga minyak mentah dunia yang tidak terjadi dalam waktu bersamaan. Hanya saja untuk kali ini tekanan hebat berasal dari pandemi Covid-19 yang membuat bisnis hilir Pertamina lesu. Padahal penjualan bahan bakar adalah sumber pendapatan utama perusahaan. Di sisi lain bisnis hulu sebagai kontributor laba bersih juga sedang terpukul.

“Ini beda sekali dengan krisis sebelumnya. Biasanya kalau terdampak itu volatilitas kurs dan crude price. Kalau sekarang demand turun signifkan dan berdampak pada revenue kami. Bahkan kondisi sekarang ini lebih berat dari krisis finansial,” kata Emma.

Fajiyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina menuturkan memasuki semester II 2020, kinerja operasional Pertamina secara keseluruhan menunjukkan tren yang positif.

Pada Juli 2020, Pertamina mencatat volume penjualan seluruh produk sebesar 6,9 juta Kilo Liter (KL) atau meningkat 5% dibandingkan Juni 2020 yang 6,6 juta KL. Sementara, dari sisi nilai penjualan, pada Juli berada di kisaran US$3,2 miliar atau terjadi kenaikan sebesar 9% dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 2,9 miliar.

“Salah satu shock yang dialami pada masa pandemi Covid-19 adalah penurunan demand BBM, namun seiring pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru dan pergerakan perekonomian nasional, tren penjualan Pertamina pun mulai merangkak naik. Kinerja kumulatif Juli juga sudah mengalami kemajuan dan lebih baik dari kinerja kumulatif bulan sebelumnya,” ujar Fajriyah.

Pertamina lanjut Fajiyah telah berhasil menjalankan strategi dari berbagai aspek baik operasional maupun finansial, sehingga laba bersih pun beranjak naik sejak Mei sampai Juli 2020 dengan rata-rata sebesar US$ 350 juta setiap bulannya. Pencapaian positif ini akan terus mengurangi kerugian yang sebelumnya telah tercatat.

“Mulai Mei berlanjut Juli, dan ke depannya, kinerja makin membaik. Dengan Laba Bersih (unaudited) di Juli sebesar US$408 juta, maka kerugian kumulatif dapat ditekan dan berkurang menjadi US$360 juta atau setara Rp5,3 Triliun. Dengan memperhatikan trend yang ada, kami optimistis kinerja akan terus membaik sampai akhir tahun 2020,” katanya.

Selain itu, kinerja laba pperasi dan EBITDA juga tetap positif, sehingga secara kumulatif dari Januari sampai dengan Juli 2020 mencapai US$ 1,26 miliar dan EBITDA sebesar US$ 3,48 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa secara operasional Pertamina tetap berjalan baik, termasuk komitmen Pertamina untuk menjalankan penugasan dalam distribusi BBM dan LPG ke seluruh pelosok negeri serta menuntaskan proyek strategis nasional seperti pembangunan kilang.

“Perbaikan kinerja tidak semudah membalikkan tangan, perlu proses dan perlu waktu. Sekarang ini, sudah terlihat dengan kerja keras seluruh manajemen dan karyawan, kinerja Pertamina mulai pulih kembali,” kata Fajriyah.(RI)