JAKARTA – Setelah menggusur dominasi Blok Rokan sebagai kontributor utama produksi minyak nasional, kini kinerja produksi Blok Cepu terus dimaksimalkan.  Jamsaton Nababan, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu, mengatakan tahun ini produksi Blok Cepu ditargetkan meningkat 10% dari rata-rata produksi 2018.

“Tahun lalu rata-rata produksi sekitar 208,8 ribu barel per hari (bph). Ini kawan-kawan kami mau uji coba, apakah bisa dinaikkan hingga 225 ribu bph atau 230 ribu bph,” kata Jamsaton, Jumat (5/4).

Menurut Jamsaton, perlu dilakukan uji coba sebelum Blok Cepu benar-benar meningkatkan produksi agar upaya peningkatan juga sesuai dengan kondisi teknis, baik reservoir maupun fasilitas produksi.

“Kalau uji coba ini berhasil, kami bisa menaikkan produksi, sehingga dapat meningkatkan suplai dalam negeri dan mengurangi impor (minyak),”kata dia.

Blok Cepu saat ini dioperatori Exxon Mobil Cepu Limited sekaligus memiliki hak partisipasi (Participating Interest/PI) 45%. Sisanya, 45% PI dikuasai PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina EP Cepu dan 10% dikuasai BUMD.

Pada kuartal I 2019, lifting minyak Blok Cepu sudah menyentuh 220 ribu bph, jauh meninggalkan lifting Blok Rokan yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia sebesar 197 ribu bph.

Namun demikian ada tantangan lain yang harus dihadapi Blok Cepu dalam kegiatan lifting minyak. Tantangan tersebut telah dialami sejak tahun lalu, yaitu tingginya frekuensi pengambilan atau lifting tinggi sehingga arus lalu lintas kapal sangat tinggi. Padahal kapal-kapal yang dimiliki Pertamina berukuran sedang dan kecil. Kondisi frekuensi arus lalu lintas kapal yang tinggi ini memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap lifting.

“Kalau terjadi sesuatu dengan satu kapal saat lifting, bisa menghambat kapal berikutnya. Hal itu bisa berpotensi mengakibatkan kehilangan opportunity dan supply crude oil untk Indonesia,” ungkap Jamsaton.

Kegiatan lifting minyak mendapatkan perhatian khusus dari Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jonan menyoroti kegiatan lifting minyak di Indonesia yang cenderung terlalu lambat sehingga terdapat selisih yang tidak sedikit antara realisasi lifting minyak dengan produksi. Jonan pun meminta intensitas kegiatan lifting minyak harus bisa ditingkatkan agar jumlahnya tidak jauh berbeda dengan minyak yang sudah diproduksikan.

“Saya juga tidak happy, karena orang tanya lifting minyak. Tiap bulan itu harus sama atau lebih dari target. Jangan ditumpuk bulanan, kan ini harian. Kalau bisa, paling tidak seminggu” kata Jonan.(RI)