JAKARTA – PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) sekaligus kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah supervisi dan koordinasi SKK Migas, mencatatkan kinerja positif dari sisi aktivitas operasi-produksi minyak sepanjang semester I 2019 dibandingkan periode sama tahun lalu (year-on-year).

Nanang Abdul Manaf, Presiden Direktur Pertamina EP, mengatakan produksi minyak Pertamina EP hingga akhir Juni 2019 sebesar 83.700 barel per hari (bph), melewati target dalam RKAP sebesar 81.500 bph, tapi masih di bawarh target dalam APBN sebesar 85.000 bph.

“Kalau produksi gas itu produksi 965 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd), liftingnya baru 790 mmscfd,” ujar Nanang kepada Dunia-Energi di Jakara, baru-baru ini.

Sebelumnya, Direktur Operasi dan Produksi Pertamina EP Chalid Said Salim, menyebutkan produksi minyak Pertamina EP hingga akhir Juni 2019 rata-rata sebesar 82.300 bph. Catatan kinerja operasi-produksi minyak ini lebih elok ketimbang realisasi periode sama tahun lalu. Pada periode Januari-Juni 2018, realisasi produksi harian minyak Pertamina EP sebesar 76.000 bph dan gas 1.022,4 mmscfd. Sedangkan produksi gas Pertamina EP justru cenderung turun.

Hingga akhir Juni 2019, produksi gas Peramina EP sebesar 968 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) dari target 970 mmscfd. Padahal pada periode sama tahun lalu, produksi gas mencapai 1.022,4 mmscfd, di atas target RKAP sebesar 986,110 mmscfd.

Namun, berdasarkan dokumen yang diperoleh Dunia-Energi, kinerja produksi minyak Pertamina EP malah masih di bawah 80 ribu bph. Ini terdiri atas produksi minyak Pertamina EP (PEP) Asset 1 sebesar 14.000 bph, PEP Asset 2 sebesar 17.400 bph, PEP Asset 3 sebesar 12.770, PEP Asset 4 sebesar 15.700, dan PEP Asset 5 sebesar 17.900. Sedangkan produksi gas sebesar 94 mmscfd untuk PEP Asset 1, sebesar 400 mmscfd PEP Asset 2, sekitar 260 mmscfd PEP Asset 3, sebesar 185 mmscfd PEP Asset 4, dan sebesar 16 mmscfd PEP Asset 5.

Lalu, berapa keuntungan yang diraih Pertamina EP sepanjang periode Januari-Juni 2019?

Nanang membisikkan, laba bersih Pertamina EP tercatat US$ 316 juta atau sekitar Rp 4,48 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS) dari target sepanjang tahun ini US$ 720 juta. Namun, raihan laba bersih perusahaan hingga Juni 2019 turun 12,46% dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat US$ 361 juta. Perolehan laba akhir Juni 2018 tersebut tumbuh 124,76% dibandingkan realisasi laba pada periode yang sama 2017 yang sebesar US$289,4 juta.

“Tahun lalu harga minyak masih US$ 70 per barel, tapi sekarang harga minyak rata-rata US$ 63 per barel,” ujar Nanang.

Namun, dalam dokumen yang diperoleh Dunia-Energi justru memperlihatkan Pertamina EP mencatatkan laba bersih yang lebih tinggi dari US$ 316 juta. Mengutip dokumen tersebut, kontribusi terbesar laba bersih Pertamina EP berasal dari PEP Asset 2 yang mencapai US$ 157 juta, menyusul PEP Asset 4 sebesar US$ 86 juta, dan PEP Asset 3 sebesar US$ 61 juta, dan PEP Asset 1 sebesar US$ 40 juta. Adapun terendah adalah PEP Asset 5 yang tercatat kontribusinya ‘hanya’ US$ 14 juta.

Ihwal rendahnya laba bersih PEP Asset 5, Nanang mengatakan, kontribusi gas PEP Asset 5– yang melakukan kegiatan eksploitasi dan produksi di Kalimantan– relatif paling sedikit dibandingkan empat Asset lainnya. Dengan demikian, cost per barel agak tinggi dan lifting menggunakan kapal sebagai storage sebelum dikirim ke kilang pengolahan (refinery unit). “Jadi, (turunnya laba bersih PEP Asset 5) karena cost-nya tinggi, beda bila di Jawa dan Sumatera, infrastrukturnya lewat pipa semua jadi murah,” ujar Nanang. (RI/DR)