JAKARTA – Pemerintah menyatakan dua komoditas tambang, yakni batu bara dan nikel menjadi yang paling terdampak  merebaknya wabah virus corona atau Covid-19 sejak awal tahun ini.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal  Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan meskipun saat ini ada kecenderungan kenaikan harga, tapi itu diprediksi tidak akan berlangsung lama. Justru jika wabah ini berlangsung lama maka dampak jangka panjang akan langsung berimbas pada harga dua komoditas tersebut yang akan terus anjlok.

“Yang bisa paling berdampak ya batu bara dan nikel. Harga-harga short term naik, tapi kalau long term ini lama-lama akan jatuh. Ini kan sudah berlangsung enam bulan,kalau setahunan bisa habis kita,” kata Bambang di Jakarta, Selasa (10/3).

Batu bara dan nikel selama ini menjadi andalan karena produksinya salah satu yang terbesar di dunia. Pangsa pasar terbesar batu bara Indonesia ke luar negeri sendiri adalah China. Pada 2020 saja setidaknya batu bara Indonesia akan berkontribusi 40% dari seluruh impor batu bara China.

Begitu juga sengan nikel sebelum ada larangan ekspor nikel ore kadar rendah dari pemerintah.

Pada Maret 2020, harga batu bara acuan atau HBA sebesar US$67,08 per ton, naik dari HBA Februari sebesar US$ 66,89 per ton.

Untuk nikel, penurunan harga sudah mulai terjadi sejak bulan lalu. Pada Maret ini harga nikel US$ 12.994,57 per dry metric ton (dmt). Turun dari posisi Februari US$14.029,72 per dmt dari yang juga turun dari posisi Januari US$16.107,27 per dmt.

Untuk nikel saat ini pemerintah hanya mengizinkan ekspor nikel berkadar tinggi atau produk turunannya.

Menurut Bambang, wabah corona belum menunjukkan adanya gangguan ekspor nikel kadar tinggi atau produk turunannya, tapi jika wabah berlangsung lama maka gangguan jelas bisa terjadi.

”Belum (gangguan), kalau long term bisa jadi karena pabrik berhenti, tapi katanya China mulai bergerak sekarang moga-moga nggak jadi long term,” kata Bambang.(RI)