JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan peningkatan produksi minyak dalam negeri masih harus terus dilakukan dibanding mengandalkan impor meskipun harga minyak saat ini sedang rendah.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menegaskan harga minyak mentah murah juga pasti akan jadi lebih tinggi jika dibawa ke tanah air karena ada berbagai komponen biaya yang harus ditanggung.

“Misalnya impor lebih murah mestinya ditunjukkan, dibandingkan dengan angka tidak hanya kata-kata, Kalau enggak ada ongkos transport saya yakin (murah). Saya juga pernah jadi Dirut Pertamina, crude domestik lebih murah dari pada impor, ini perlu diklarifikasi,” kata Dwi, Jumat (17/7).

Pernyataan Dwi tersebut tentu bertolak belakang dengan apa yang kerap kali dinyatakan Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Dalam berbagai kesempatan Nicke menganggap impor minyak lebih murah daripada membeli minyak dalam negeri.

Nicke pernah menyampaikan saat harga minyak anjlok, impor minyak lebih murah. Menutup kilang dan sumur juga akan lebih menguntungkan bagi perseroan.

Namun, hal tersebut tidak dilakukan karena Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jika hal tersebut dilakukan, industri turunannya akan ikut mati.

“Kalau mau profit saja mah gampang, beli saja. Kondisi kemarin harga impor product lebih murah dari impor crude, itu April-Mei. Itu kondisi anomali memang,” kata Nicke.

SKK Migas pun meminta Pertamina untuk tetap menggenjot produksinya karena hal itu jauh lebih baik dibanding mencari-cari minyak dari luar negeri.

Untuk itu, SKK Migas menyoroti kinerja hulu Pertamina, karena banyak anak usahanya yang mendapat rapor merah realisasi lifting migas semester I 2020 karena masih jauh dari target. Sepanjang semester I 2020 realisasi lifting minyak nasional baru sebesar 720,2 ribu barel minyak per hari (bph).

Realisasi ini berasal dari 15 kontraktor, di mana empat di antaranya berasal dari anak usaha Pertamina di bidang hulu.

Dwi mengatakan sudah berkirim surat peringatan ke Pertamina. “Terkait kinerja merah tiap bulan kami review. Kami kirim surat cinta terhadap yang merah-merah itu. Kami sampaikan peringatan, kami panggil, diskusikan. Kami secara serius sampaikan capaian target semua wilayah kerja Pertamina,” ungkap Dwi.

Beberapa anak usaha Pertamina yang belum capai target lifting minyaknya diantaranya, PT Pertamina EP realisasinya 80.499 bph atau 89,4%dari target APBN 2020 90.000 bph.

Lalu ada Pertamina Hulu Mahakam 29.832 ribu bph atau 99% dari target 30.120 bph.

Selain itu, Pertamina Hulu Energi OSES 26.715 bph atau 84,3% dari target APBN 2020 sebanyak 28.007 bph. Ketiga, Pertamina Hulu Kalimantan Timur realisasi 10.387 bph atau 91,3% dari target APBN 2020 11.380 bph.

Keempat, BOB Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu realisasi 9.271 bph atau 75,8% dari target APBN 2020 12.239 bph.

Dwi menyebut, anjloknya kinerja kebanyakan disebabkan karena tidak sukses dalam drilling atau pengeboran, serta kedisplinan untuk mengimplementasikan target yang sudah dibuat di awal tahun.

“Tentu saja mostly rapot merah ini pertama penyebabnya sukses tidaknya kegiatan drilling, kedisiplinan dari KKKS untuk implementasi WPNB,” kata Dwi.(RI)