JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memerlukan pembiayaan ekstra besar untuk menjalankan berbagai program pembangunan infrastruktur, baik infrastruktur migas maupun kelistrikan dan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Emma Sri Martini, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan sejumlah proyek besar yang kini dikerjakan Pertamina memerlukan dana yang tidak sedikit terutama di bisnis hulu dan proyek kilang. Sisanya adalah proyek pembangunan infrastruktur di bisnis hilir serta kelistrikan dan EBT.

Menurut Emma, arah investasi Pertamina ke depan adalah untuk turut serta mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD) yang dialami Indonesia akibat tingginya impor migas.

“US$92 miliar (kebutuhan investasi) sampai 2024. Upstream 63% dan disusul refinery dan petrokimia. Dua ini yang CAD mempengaruhi. Jadi kami fokus untuk membantu mengurangi CAD. Kemudian sisanya, gas, power dan lainnya,” kata Emma disela diskusi virtual, Kamis (4/3).

Proyek-proyak yang dikerjakan oleh Pertamina termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Untuk itu berbagai instrumen pembiayaan akan ditempuh. Total ada 14 PSN yang digarap Pertamina. Dari kebutuhan investasi tersebut sebagian besar akan berasal dari eksternal perusahaan.

“Kalau capital structure. US$92 miliar itu dalam lima tahun kedepan. Internal funding hanya 38%. Jadi, selebihnya di 62% itu kita expect dari partnership dan external funding,” ungkap Emma.

Lebih dari 50% investasi Pertamina nantinya akan dialoksikan untuk kebutuhan di bisnis hulu migas. Selain untuk menglola blok-blok migas eksisitng manajemen juga serius untuk menjalankan strategin akuisisi aset-aset migas yang sudah berproduksi.

Emma mengatakan beberapa opsi untuk menghimpun pendanaan dari eksternal perusahaan seperti banking loan, privat, INA, SMI. “Kami asessetment dulu dan melihat mana financing yang cocok,” kata Emma.(RI)