JAKARTA – Indonesia sempat dikenal sebagai salah satu negara produsen dan pengekspor gas terbesar di dunia. Setelah berjalannya waktu kedigdayaan Indonesia menurun seiring dengan penurunan produksi gas dalam negeri. Namun dalam 10 tahun terakhir cadangan gas banyak ditemukan di Indonesia melebihi temuan cadangan minyak. Hal itu membuat kesiapan infrastruktur jadi kunci dalam monetisasi cadangan tersebut.

Mohamad Farouk Riza, Deputy Director Marketing & Business Development PT Badak LNG, mengungkapkan berdasarkan kajian yang dilakukan manajemen, ke depan kebutuhan energi gas masih meningkat tidak hanya dalam negeri tapi luar negeri. Untuk itu Badak harus bersiap menyambut peningkatan kebutuhan gas tersebut.

“Kami diminta untuk persiapkan diri untuk menyambut potensi gas yang saat ini sudah ada di East Kalimantan, dengan adanya temuan gas baru di East Kalimantan tersebut maka badak menyiapkan reaktivasi kembali 2-3 kilang yang saat ini diistirahatkan. Karena dari 8 train yang kami miliki saat ini kami hanya pelihara 3 train saja,” kata Farouk dalam DETalk bertema Strengthening Indonesia as a Global LNG and LPG Player yang digelar oleh Dunia Energi, Selasa (31/10).

Adanya temuan di Blok North Ganal Kalimantan Timur diperkirakan menyimpan Gas in Place 5 triliun cubic feet (tcf). Dengan perkiraan awal discovered resources sebesar kurang lebih 609 MMBOE (recoverable), penemuan ini menjadikan temuan di sumur Geng North – 1 menjadi salah satu dari tiga besar temuan eksplorasi dunia di tahun 2023.

Menurut Farouk dengan adanya tambahan pasokan gas nanti maka Badak harus memastikan kilang-kilang yang ada di Bontang ini harus handal untuk bisa beroperasi paling tidak hingga 20 tahun ke depan. “Kami sudah melakukan assesment dengan peremajaan peralatan kilang,” ujarnya.

Selanjutnya adalah melakukan fuel efficiency program untuk meningkatkan produksi LNG. Selain itu manajemen juga telah memutuskan untuk melebarkan bisnis tidak hanya ke pengolahan gas menjadi LNG tapi juga kembangkan bisnis penyimpanan LNG (LNG Storage).

“Memanfaatkan idle capacity beberapa peralatan kilang misalnya Tanki LNG/LPG, Jetty untuk dimanfaatkan secara komersial dan menjadi lini bisnis baru sebagai international Hub,” ungkap Farouk.

Menurut dia ke depan akan ada hibrid aktivitas di kilang yang satu aktivitas proses LNG dan LPG, kemudian pemanfaatan beberapa fasilitas untuk menjadi LNG Hub dan LPG Hub Bunkering.

“Nanti pada saatnya adalah regasifikasi ini suatu challenge sendiri karena kami akan mendiversifikasi proses bisnis yang ada di perusahaan,” ungkap Farouk.

Manajemen Badak kata Farouk telah bergerak dalam mempersiapkan diri untuk peningkatan pemanfaatan infrastruktur di kilang LNG Bontang misalnya menginisiasi kerja sama bisnis dengan perusahaan Pertamina Group dan di luar Pertamina Group untuk memanfaatkan Infrastruktur Kilang, baik sebagai offtaker dan atau investor.

Lalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjadikan LNG dan LPG Hub di Bontang sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional

“Berkoordinasi dengan LMAN selaku pengelola Barang Milik Negara kilang Bontang, agar Badak LNG dapat memanfaatkan aset kilang Bontang,” kata Farouk.

Shinta Damayanti, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan ke depan LNG akan semakin besar pemanfaatannya. Ini seiring dengan temuan cadangan berupa gas yang terus terjadi selama 10 tahun terakhir.

“Penemuan eksplorasi bahwa didominasi penemuan dari gas, lebih dari 50% penemuan sumur ekspoasi dalam 1 dekade dari gas, 70% PoD (Rencana Pengembanga) gas,” kata Shinta.

Sementara itu, Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan proyeksi meningkatnya penggunaan gas diakibatkan oleh tren penggunaan energi yang lebih bersih. Gas selama ini dianggap jauh lebih rendah emisi dari pada bahan bakae fosil lainnya. Jadi wajar jika fasilitas pengolahan gas yang ada akan sangat diandalkan di masa yang akan datang.

“Selain itu pengembangan hilirisasi ke industri-industri yang ke depan itu menjadi industri tulang punggung negara kita adalah industri maju yang membutuhkan gas nggak hanya sebagai energi tapi gas sebagai feedstock,” ujar Tutuka.

Dia menyatakan ada beberapa faktor dalam peningkatan monetisasi gas diantaranya dari sisi penyerapan gas serta dari sisi infrastruktur.

Menurut Tutuka, ke depan ekosistem gas harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga potensi yang ada bisa dioptimalkan. “Dari hulu masuk ke transportasi bentuknya pipa, CNG dan LNG sesuai permintaan,” kata Tutuka.

Selama ini industri bersama dengan pembangkit listrik menjadi konsumen terbesar gas di dalam negeri. Pemerintah kini juga tengah mendorong agar konsumen rumah tangga juga bertambah melalui pembangunan Jaringan Gas (Jargas).

Dalam meningkatkan pemanfaatan gas tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan infrastruktur. Dengan kondisi geografis yang dimiliki Indonesia maka salah satu pilihan untuk kembangkan potensi gas yang ada dengan memanfaatkan fasilitas LNG yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

“Sebagai contoh manufaktur atau pabrik apa yang akan dibangun untuk menyerap produksi gas yang baru, itu artinya kita sudah mempunyai demand yang merupakan upaya peningkatan kemampuan dalam negeri juga. baik dari segi pengelolaan pembangunan dan SDM, teknologi juga kita sebut sebagai downstreaming hilirisasi terkoneksi hulu pemasok dan hilir,” kata Tutuka. (RI)