JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memberikan kemudahan percepatan produksi kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS). Melalui Surat Edaran tentang Percepatan Produksi dari Sumur Interfield/Nearfield dan Sumur Stepout, sumur yang melebihi Plan of Development (PoD) dan Non-Producing Zone tanggal 2 November 2020, SKK Migas melakukan simplifikasi proses bisnis agar kegiatan pengeboran dan produksi dapat dipercepat dan diakselerasi.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala SKK Migas, mengungkapkan tujuannya untuk mencapai target produksi minyak dan gas bumi nasional jangka pendek maupun panjang.

“Kebijakan ini diharapkan dapat menarik minat investor dan semakin meningkatkan iklim investasi di industri hulu migas,” kata Fatar Yani, Senin (9/11).

Fatar Yani mengatakan kemudahan percepatan produksi yang diberikan SKK Migas kepada KKKS meliputi potensi sumur yang terletak di antara lapangan yang sudah berproduksi atau di dekat lapangan yang sudah berproduksi, dan dipisahkan oleh batas secara geologi. Nilai eksplorasi yang kecil (dari risiko subsurface dan angka cadangan), membuat sumur-sumur tersebut tidak menarik untuk dibor sebagai sumur eksplorasi. Namun, sumur tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai sumur pengembangan karena tidak ada payung hukumnya atau PoD.

Dengan surat edaran yang baru diterbitkan, KKKS dapat dengan cepat memonetisasi potensi-potensi subsurface yang sudah teridentifikasi tersebut, yang selama ini belum bisa dikerjakan karena terkendala aturan.

“Waktu yang dibutuhkan KKKS untuk merealisasikan potensi suatu sumur dapat dipercepat karena produksi bisa dilaksanakan tanpa harus melalui persetujuan PoD baru atau perubahan PoD,” ungkap Fatar Yani.

Wahju Wibowo, Kepala Divisi Perencanaan Eksploitasi SKK Migas, mengatakan telah dilakukan identifikasi potensi cadangan sebesar 488 juta barel minyak dan 486 miliar standar kubik (BCF) gas bumi yang tersebar di 33 struktur. Potensi tersebut akan ditindaklanjuti dengan evaluasi lebih detil besama KKKS agar bisa segera menjadi target pengeboran sumur. Pada tahap awal implementasi surat edaran, terdapat tambahan lima sumur interfield yang akan dibor oleh PT Pertamina EP pada 2021.

“Potensi tambahan produksi awal (initial production) sekitar 1.000 barel per hari (bph),” kata Wahju.

Selain itu, ada potensi tambahan lagi sekitar enam sumur yang masih dalam diskusi intensif dengan KKKS. Dengan asumsi satu sumur di darat membutuhkan biaya sekitar US$3 juta, potensi tambahan investasi untuk 11 sumur mencapai US$33 juta atau sekitar Rp470 miliar. “Komitmen tambahan ini seluruhnya berasal dari Pertamina Grup,” kata dia.

Suasana Kurniasih, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas,  mengatakan langkah ini akan memberikan nilai tambah bagi negara. “Penambahan volume produksi migas akan meningkatkan pendapatan negara, sekaligus memberikan dampak berganda terhadap sektor perekonomian, kapasitas industri penunjang, dan penyerapan tenaga kerja,” kata Susana.

Dalam jangka pendek, kebijakan yang diambil SKK Migas diharapkan dapat mendukung upaya pencapaian target produksi migas nasional pada 2021. Kemudahan ini juga diharapkan dapat meningkatkan keekonomian PoD dan menambah Reserve Replacement Ratio (RRR), sehingga berdampak positif bagi keberlanjutan industri migas di masa mendatang.

Kebijakan yang diambil SKK Migas menjadi kabar baik bagi sektor hulu migas dalam upaya merealisasikan target produksi satu juta bph dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (MMscfd) sesuai Rencana Strategis 2030.

Kebijakan itu juga akan menjadi salah satu topik diskusi yang menarik dalam acara 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas yang dilaksanakan pada 2-4 Desember 2020. Konvensi ini dilaksanakan untuk merangkul seluruh pemangku kepentingan agar memiliki pemahaman yang sama terkait visi jangka panjang SKK Migas.

“Komitmen dari para pemangku kepentingan untuk mendukung dan mewujudkan industri hulu migas sebagai pilar utama pembangunan dan ekonomi nasional menjadi kunci penting,” kata Susana.(RI)