JAKARTA – Ada upaya percepatan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjelang masa bakti anggota DPR berakhir. Bahkan setelah Presiden Joko Widodo memutuskan baru akan melanjutkan pembahasan Rancangan UU Minerba pada periode DPR 2019-2024.

Ramson Siagian, Anggota Komisi VII DPR, mengakui adanya upaya dari pihak-pihak di dalam Komisi VII DPR yang ingin memaksakan pengesahan RUU Minerba pada periode sekarang.

“Faktanya ada upaya-upaya yang mau memaksakan pengesahan RUU Minerba menjadi UU pada periode yang tinggal dua hari kerja ini,
sehingga ada potensi melanggar pembentukan UU,” kata Ramson, Jumat (27/9).

Menurut Ramson, upaya pemaksaan itu terjadi dalam beberapa hari terakhir. Pada Rabu (25/9) ada rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan eselon I Kementerian ESDM dan yang eselon I dari kementerian lain. Namun berdasarkan informasi resmi dari Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, pemerintah belum ada kesepakatan atau keputusan tentang Daftar Investaris Masalah (DIM) dari pemerintah. “Artinya yang diajukan kemarin baru bersifat draf DIM dari pemerintah, belum DIM yang sah dari pemerintah,” kata Ramson dalam keterangan tertulisnya.

Padahal berdasarkan mekanisme pembahasan RUU, jika sudah ada raker penyerahan DIM secara sah oleh pemerintah yang diwakili oleh menteri terkait yang ditugaskan presiden kepada Komisi VII DPR, baru dikatakan sah sebagai penyerahan DIM pemerintah.  Selanjutnya baru diadakan raker antara Komisi VII DPR dengan pemerintah (diwakili Menteri) untuk membahas atau menyisir DIM yang diajukan secara sah oleh pemerintah tersebut.

“Tapi Rabu kemaren, belum ada raker resmi dengan pemerintah (yang diwakili oleh Menteri yang ditunjuk Presiden). Jadi rapat Kamis (26/9) kemarin belum bisa membentuk Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba. Karena Panja RUU Minerba, adalah gabungan antara fraksi fraksi di Komisi VII dengan perwakilan pemerintah yaitu eselon I dan seterusnya yang ditugaskan oleh Pemerintah,” jelas Ramson.

Dia menegaskan suatu UU yang sah kalau proses pembuatan UU atau Hukum itu sesuai dengan UU atau Hukum yang mengatur pembuatan UU atau hukum tersebut. Belum lagi hal masalah substansi UU/Hukum tersebut. “Untuk RUU Minerba apakah substansinya sesuai dengan UUD 45 (dalam hal ini pasal 33) ini tentu memerlukan waktu pembahasan bersama perwakilan pemerintah,” tegas Ramson.

Gelagat pemaksaan pengesahan RUU Minerba cukup terlihat. Pada Jumat (27/9) misalnya, tersebar berita undangan pembahasan RUU Minerba yang diminta  DPR kepada pemerintah dari pukul 13.00 hingga malam hari. Jadwal tersebut kemudian dirubah menjadi 13.30 WIB. Akhirnya informasi resmi diterima dari kesekretariatan Komisi VII menyatakan bahwa rapat pembahasan RUU Minerba hari ini dibatalkan.

RUU Minerba tidak bisa dilanjutkan sepanjang DIM dari pemerintah juga belum rampung. Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian sampai sekarang  masih berselisih paham tentang hilirisasi sektor minerba.

“Kami sudah bilang akan membahas dulu (internal). Ini kami bersama Kemenperin harus setuju dulu, ada perbedaan antara Kementerian ESDM dengan Kemenperin, smelter dan lain-lain. Intinya masalah hilirisasi ada perbedaan,” ujar Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM.

Kementerian ESDM bahkan sampai harus mengirimkan surat khusus kepada DPR yang secara langsung meminta untuk menunda pembahasan RUU Minerba. Dalam surat tersebut Ego menyatakan bahwa penundaan pembahasan ini sesuai dengan arahan presiden.

“Sesuai arahan Bapak Presiden kepada Menteri ESDM 27 September 2019 pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka bahwa dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat saat ini, mohon pembahasan Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat ditunda,” kata Ego dalam surat tersebut.(RI)