NEW YORK- Harga minyak turun pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat (22/10) pagi WIB karena aksi ambil untung (profit taking) investor. Hal ini terjadi setelah perkiraan untuk musim dingin AS yang hangat mengerem reli yang mendorong harga ke level tertinggi tiga tahun di atas US$86 per barel di awal sesi karena ketatnya pasokan dan krisis energi global.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember 2021 terpangkas US$1,21 menjadi menetap di US$84,61 per barel, setelah mencapai tertinggi sesi di US$86,10, tertinggi sejak Oktober 2018.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember 2021 turun US$92 sen menjadi ditutup di US$82,50 per barel. Kontrak November berakhir Rabu (20/10) di level tertinggi tujuh tahun.

Cuaca musim dingin di sebagian besar Amerika Serikat diproyeksikan lebih hangat dari rata-rata, menurut Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional yang dirilis Kamis (21/10) pagi.

“Laporan tersebut, yang menunjukkan kondisi yang lebih kering dan lebih hangat di seluruh AS bagian selatan dan timur, memberikan tekanan pada harga minyak,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Harga telah reli pada Rabu (20/10) saat Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan persediaan minyak mentah dan bahan bakar yang lebih ketat, dengan stok minyak mentah di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma jatuh ke level terendah selang tiga tahun terakhir.

“Pedagang yang telah menetapkan 86 dolar AS sebagai ambang penjualan mereka mengambil kesempatan untuk mengantongi beberapa keuntungan,” kata Louise Dickson dari Rystad Energy. “Akibatnya, harga minyak turun.”

Harga Brent telah meningkat lebih dari 60% tahun ini, didukung oleh peningkatan pasokan yang lambat oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dikenal secara kolektif sebagai OPEC+, dan krisis batu bara dan gas global yang telah mendorong pembangkit listrik beralih ke minyak.

Minyak juga mendapat tekanan dari penurunan harga batu bara dan gas alam. Di China, batu bara turun 11%, memperpanjang kerugian minggu ini sejak Beijing mengisyaratkan akan melakukan intervensi untuk mendinginkan pasar.

“Dengan penurunan harga batu bara dan gas serta dengan indikator teknis indeks kekuatan relatif masih di wilayah overbought, kemungkinan penurunan tajam, tetapi harga minyak naik,” kata Jeffrey Halley, analis di broker OANDA.

Namun, beberapa analis menyatakan minyak akan reli lebih lanjut karena OPEC+ kemungkinan akan tetap pada rencananya untuk peningkatan produksi bertahap sementara permintaan diperkirakan akan mencapai tingkat pra-pandemi. (RA)