JAKARTA – PT PLN (Persero) bersama Energy Academy Indonesia (ECADIN) menggandeng European Commission of Climate Action guna meningkatkan kompetensi perseroan dalam mengakselerasi pencapaian target carbon neutral melalui perdagangan karbon di Tanah Air. Langkah ini juga untuk mendukung kebijakan pajak karbon yang mulai diterapkan pemerintah dalam waktu dekat.

Sebagai pemain utama dalam perdagangan karbon di Tanah Air, PLN siap mengadopsi keberhasilan penerapan Emissions Trading Systems (ETS) di sejumlah negara Eropa seperti Belanda, Belgia dan Jerman.

“Kami membutuhkan guidance dan pengalaman Eropa dalam menjalankan ETS ini. Sharing ini sangat bermanfaat bagi kami dalam mengiimplementasikan di Indonesia,” ujar Yusuf Didi Setiarto, Direktur Manajemen dan Sumberdaya Manusia PLN, Kamis(7/4) .

Melalui rangkaian kegiatan workshop, reduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di PLN melalui perdagangan karbon diharapkan akan terealisasi secara efektif dan efisien. Tidak hanya itu, PLN juga berharap ke depannya implementasi ETS ini dapat secara signifikan mendukung pencapaian target NDC pada 2030 dan target carbon neutral pada 2060.

Andri Hadi, Duta Besar Indonesia Untuk Belgia, Luxemburg dan Uni Eropa, menjelaskan Indonesia sudah meratifikasi Paris Agreement untuk mengurangi emisi global. Untuk bisa memaksimalkan upaya mencapai target tersebut Indonesia membuka kerja sama dengan semua pihak baik dari sisi investasi maupun transfer knowledge. Peningkatan kapasitas dengan European Commission of Climate Action dirasa mampu meningkatkan potensi Indonesia dalam pengembangan energi bersih di Indonesia.

“PLN sebagai satu satunya BUMN yang bergerak di bidang kelistrikan mempunyai potensi pengembangan yang besar. Melalui kerja sama dengan Eropa, PLN dapat menyerap informasi dan mekanisme dalam pengembangan energi bersih sehingga dapat meningkatkan kapasitas perseroan dalam mencapai target pengurangan emisi karbon,” ujar Andri Hadi.

Gregorin Polona, Deputy Head of Unit Policy Coordination International Carbon Markets European Commission, DG Climate Action, menjelaskan,l sejumlah negara di Eropa telah menerapkan skema ETS sejak tahun 2005. Bahkan dari skema ETS, para negara anggota yang tergabung bisa meraup tambahan pendapatan yang cukup signifikan.

Menurut dia, dalam upaya pengurangan emisi global harus dilakukan bersama. Kolaborasi antara perusahaan dan stakeholder menjadi kunci penting dalam mengeksekusi perdagangan karbon sebagai salah satu strategi penurunan emisi.

“Pada awalnya memang banyak pihak yang wait and see, namun melihat tren yang terus tumbuh dan revenue yang bisa didapat secara signifikan mampu mendorong keterlibatan banyak pihak,” ujar Polona.

Dalam menjalankan ETS, lanjut Polona, EU juga membuka ruang diskusi dan menampung semua aspirasi negara anggota. Sebab, setiap negara memiliki pengembangan pembangkit ataupun upaya pengurangan karbon yang berbeda.

Perlu juga, kata Polona untuk bisa menerapkan ETS ini sebagai salah satu instrumen dalam rencana investasi perusahaan ke depan. “Setiap ada rencana investasi baru yang akan masuk bisa ditawarkan skema ETS ini. Bisa menjadi daya tarik dalam menggaet investasi,” kata Polona.

Pada kunjungan ke Jerman, PLN juga sempat mendatangi RWE sebagai salah satu perusahaan energi di Jerman. Manager of Sustainability RWE, Tobias Heck menjelaskan menyampaikan kunci dari keberhasilan transisi green dan implementasi ETS di RWE salah satunya ialah perubahan pola pikir perusahaan dan stakeholder mengenai pentingnya memasukan aspek lingkungan hidup sebagai pertimbangan dalam penentuan strategi bisnis dan keberlangsungan perusahaan dengan memetakan materialitas suatu isu.

Dalam serangkaian kerja sama transfer knowledge ini, PLN menggandeng ECADIN sebagai knowledge partner. Salah satu tujuan dari acara ini ialah partisipasi kembali PLN dalam perdagangan karbon di tahun 2022 dengan sistem yang lebih matang sesuai dengan regulasi maupun pedoman dari Pemerintah.(RA)