JAKARTA – Kemitraan menjadi harga mati kebijakan manajemen PT Pertamina (Persero) ke depan. Bahkan perusahaan memiliki strategi bisa melepas hak partisipasi blok-blok migas yang dikelolanya hingga menjadi dibawah 50%.

Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok Komisaris Utama Pertamina,  mengungkapkan Pertamina memiliki visi yang sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) untuk mencapai target produksi minyak satu juta barel per hari (bph). Bahkan, Pertamina siap jika harus mengakuisisi lapangan migas di luar negeri. Hanya saja ada syarat yang harus dilalui yakni kemitraan.

“Kami membuka peluang akuisisi aset migas di luar negeri, tapi melalui kemitraan. Kami siap tidak melakukannya sendiri lagi,” kata Ahok pada Indonesian Oil and Gas Convention 2020 yang digelar secara virtual, Rabu (2/12).

Kemitraan tersebut juga akan diterapkan dalam pengelolaan blok migas yang ada di tanah air. “Kami butuh dukungan dari pemerintah untuk bisa melepas hak partisipasi hingga menjadi dibawah 50% di beberapa blok migas yang dikelola Pertamina,” ungkap Ahok.

Salah satu blok migas yang akan dikelola dengan sistem kemitraan adalah blok Rokan..

Ahok mengundang perusahaan-perusahaan migas dunia untuk berdiskusi dengan Pertamina untuk membahas pengelolaan bersama aset-aset migas yang selama ini dikelola Pertamina sendiri.

Menurut Ahok, kemitraan menjadi jalan terbaik bagi Pertamina yang memiliki berbagai tugas, fungsi dan kewajiban untuk memnuhi kebutuhan energi nasional.

Saat ini Pertamina memiliki hak partisipasi di 86 blok migas di Indonesia yang akan ditawarkan ke perusahaan lain untuk dikerjasamakan, termasuk Blok Rokan.

“Pertamina Rokan (Pertamina Hulu Rokan/PHR) terbuka untuk bermitra,” tukas Ahok.

John H Simamora, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina Hulu Energi yang menjadi subholding upstream PT Pertamina (Persero), sebelumnya mengungkapkan holding Pertamina sudah membagi beberapa klaster blok migas yang selama ini dikelola untuk kemudian dipilih blok mana saja yang akan didivestasi. Namun manajemen menemui kendala terkait legalitas dalam rangka mendivestasikan blok migasnya.

“Kami ada kluster dan beberapa kluster perlu didivestasi. Jadi bukan dikembalikan ke pemerintah. Kami coba itu dulu, masih diskusi dengan pemerintah untuk divestasi blok itu, jadi masih panjang,” ungkap John.

Pertamina diperbolehkan divestasi, tapi maksimal hanya bisa melepas 41% hak partisipasi di suatu blok. Sementara dalam implementasi di lapangan sebenarnya dalam suatu blok Pertamina tidak perlu memiliki kepemilikan dengan porsi yang besar. Jika mau melepas lebih dari 41% ini yang sampai sekarang belum diatur regulasinya. Kepastian regulasi ini penting agar tidak ada masalah hukum di masa datang.

“Karena kadang kami enggak butuh 41% atau jadi operator. Jadi harus diskusi dengan pemerintah. Tapi pemerintah ada perspektif lain, bisa iya bisa tidak. Ini hanya sedikit lapangan,” ungkap John.

Strategi divestasi diambil Pertamina karena perusahaan migas plat merah ini akan fokus untuk menggarap aset-aset yang lebih prospektif. Serta menjalankan berbagai program peningkatan produksi migas yang membutuhkan biaya besar, seperti Enhanced Oil Recovery (EOR).

“Kami fokus untuk eksplorasi dan optimization dari lapangan dengan water injection, dan study EOR,” kata John.(RI)