JAKARTA – Pembentukan subholding baru Pertamina yang bakal mengurus bisnis downstream hampir dipastikan akan terealisasi pada tahun 2026. Persiapan akhir kini tengah dilakukan para subholding yang terlibat yakni PT Pertamina Patra Niaga (PPN), PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) serta PT Pertamina International Shipping (PIS).
Robert MV Dumatubun, Corporate Secretary PPN menjelaskan bahwa dari sisi PPN pada pronsipnya mengikuti petunjuk dari holding termasuk dari sisi jadwal pembentukan holding baru nanti.
“Persiapan tetap kita jalani bagaimana itu ditentukan. Kami ikut arahan saja dari holding seperti apa nantinya, tapi secara paralel kita siapkan secara operasional,” kata Robert disela konferensi pers kesiapan Satgas Nataru 2025/2026 di kantor pusat PPN, Jakarta (22/12).
Lebih lanjut menurut Robert apa yang rencananya akan dijalankan oleh Pertamina adalah hal yang lumrah terjadi di dunia bisnis.
Adapun nantinya bentuk penggabungannya dengan KPI adalah dimerger sementara PIS akan di spin off sebagian.
“Ini sebenarnya udah common dilakukan. Jadi nanti antara KPI, sebagian PIS ada merger dan spin off. KPI nanti bentuknya merger, kalau sebagian PIS itu bentuknya spin off,” ungkap Robert.
Sebelumnya, Simon Aloysius Mantiri, Direktur Utama Pertamina, menyatakan hingga kini proses penggabungan ketiga subholding masih dikerjakan termasuk berdiskusi dan meminta “restu” dari Danantara.
“Sekarang kita sedang tahap finalisasi. Nanti kami akan laporkan ke Danantara untuk mendapatkan persetujuan. Mudah-mudahan per 1 Januari 2026 sudah terlaksana. Itu yang kami kejar,” kata Simon ditemui di Kementerian ESDM, Senin (10/11).
Menurut dia, latar belakang penggabungan subholding ini adalah karena bentuk yang sekarang ada dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi dunia khususnya sektor energi. Pembentukan subholding Pertamina baru berusia sekitar 6 tahun lalu.
“Saat itu ketika ada holdingisasi itu adalah langkah yang terbaik. Tapi ketika kami melihat sekarang, kondisi sekarang dengan adanya keputusan ini kita sudah membandingkan antara penggabungan subholding PIS dengan Patra Niaga dengan Kilang,” ujar dia.
Dunia Energi mendapatkan data yang menunjukkan peleburan tiga subholding yakni Subholding Commercial and Trading PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Subholding Refining and Petrochemical PT Kilang Pertamina International (KPI), dan Subholding Integrated Marine Logistics PT Pertamina International Shipping (PIS) akan melahirkan sebuah perusahaan baru yang sangat gemuk.
Total ada sekitar 12 posisi di jajaran Board of Director (BOD) yang terdiri dari satu direktur utama dan 11 direksi yang akan menjalankan roda bisnis subholding baru. Susunan direksi yang gemuk itu juga diikuti posisi-posisi jabatan di level bawahnya.
Jabatan direksi yang akan dibentuk mencerminkan bisnis inti subholding yang akan dilebur yakni Direktur Transformasi, Perencanaan dan Pertumbuhan Bisnis; Direktur Niaga; Direktur Operasi Kilang; Direktur Pemasaran Korporat; Direktur Pemasaran Ritel; Direktur Armada dan Logistik Maritim yang mewakili PT PIS.
Kemudian ada Direktur Optimasi Hilir dan Distribusi; Direktur Infrastruktur, Proyek dan Asset Integrity; Direktur SDM dan Penunjang Bisnis; dan Direktur Keuangan dan Direktur Manajemen Risiko.
Selain ini, jumlah jabatan di bawah direksi tidak kalah jumbo. Total akan ada sekitar 76 posisi vice president yang akan membantu pekerjaan para direksi tersebut.
Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi PKS, Ateng Sutisna, menilai rencana merger tiga subholding hilir migas Pertamina tersebut merupakan langkah strategis yang positif. Namun, kata dia, seharusnya merger tiga subholding tersebut disertai dengan perampingan struktur organisasi di tingkat induk agar tujuan efisiensi benar-benar tercapai.
Menurut dia, secara konsep merger ini bertujuan mengintegrasikan rantai nilai hilir migas mulai dari pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga logistik dan transportasi laut. Integrasi tersebut diharapkan mampu menurunkan biaya, menyederhanakan birokrasi, serta meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing Pertamina di tingkat regional maupun global.
“Tujuan merger ini baik dan strategis. Namun muncul paradoks ketika upaya efisiensi justru dijalankan oleh Induk perusahaan yang struktur organisasinya masih terlalu gemuk, terutama di level manajerial,” tegas Ateng. (RI)





Komentar Terbaru