JAKARTA – Pembahasan regulasi tanggung jawab pemulihan lingkungan pasca operasi perusahaan minyak dan gas bumi (Abandonment Site Restoration/ASR) memasuki tahap akhir. Selama ini belum ada regulasi pasti yang mengatur kewajiban para kontraktor untuk melakukan pemulihan lingkungan melalui iuran dana ASR.

Susyanto, Sekretaris Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan draf regulasi yang rencananya berbentuk peraturan menteri (Permen) itu sudah disepakati berbagai pihak. Salah satu substansi utama dalam beleid terbaru  adalah mekanisme pengumpulan dana ASR yang akan mengikuti mekanisme yang telah berjalan selama ini, yakni iuran akan dicicil setiap tahun hingga  habis masa kontrak. Hal yang membedakan adalah pada regulasi baru akan mengatur pengembalian dana ASR yang berlebih di dua kontrak, yakni kontrak cost recovery dan gross split.

“Disetor ke rekening bersama tadi, tidak digunakan sama sekali. Kalau ada bunganya kan dapat dari bank, itu masuk menjadi satu kesatuan. Bunganya nambah itu yang kami atur di permen. Saat dia nanti eksekusi misalkan itu ternyata lebih karena dia kontraktor cost recovery maka kelebihan dana ASR ini masuk ke kas negara,” kata Susyanto kepada Dunia Energi, Rabu (21/2).

Dia menambahkan cicilan ASR  diwajibkan selama masa kontrak. Apabila kontrak telah berakhir dan tidak diperpanjang dan masih terdapat cadangan maka kewajiban tersebut akan beralih ke kontraktor baru yang melanjutkan pengelolaan di blok tersebut.

“Saat kontrak habis masih ada peralatan, tapi belum perlu di release karena masih ada resource maka kontraktor baru meneruskan ASR. Akunnya ganti dan iuran diteruskan sampai nanti kontrak selesai tidak ada resource,” ungkap Susyanto.

Selama ini pelaksanaan kewajiban ASR terkesan setengah hati dijalankan karena belum ada regulasi pasti yang mengatur. Alhasil jika ada alih kelola WK sering kali terkendala karena ada saling lempar tanggung jawab di antara kontraktor lama dan baru ataupun dari pemerintah sendiri.

Salah satu masalah kewajiban ASR terjadi di Blok East Kalimantan. Kontrak pengelolaan PT Chevron Pacific Indonesia akan habis, namun Chevron menolak menanggung ASR  karena menilai tidak ada ketentuan dalam kontrak. PT Pertamina (Persero) yang ditugaskan untuk mengelola blok tersebut pun sempat ragu hingga akhirnya kembali menerima penugasan tersebut.

“Wah kalau itu kan sudah diujung tanduk (kontraknya). Ini yang kami sulit, tidak bisa bagaimana mau dibebankan,” kata Susyanto.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM mengamini rencana penerapan regulasi ASR dalam waktu dekat. Dia menegaskan draft final hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Menteri ESDM.

“Sudah siap, nanti tunggu tanda tangan Pak Menteri dalam waktu dekat diterbitkan,” tandas Arcandra.(RI)