JAKARTA –  Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan perkembangan industri yang terus meningkat dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi berkelanjutan menjadi keharusan. Pembentukan  perusahaan induk (holding) badan usaha milik negara (BUMN) di sektor energi adalah pilihan yang tepat demi ketahanan energi nasional melalui pasokan energi yang terjaga secara berkelanjutan.

 
 Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahean mengatakan penggabungan BUMN di sektor energi tidak boleh ditunda lagi. Hal ini sangat penting mengingat persaingan ke depan semakin ketat dan tantangannya juga semakin tidak ringan di tengah merosotnya harga minyak dunia.
 
“Penggabungan ini juga akan meningkatkan efisiensi perusahaan dan sangat bagus terutama saat memasuki era perdagangan bebas,” ujar Ferdinand.
 
Menurut Ferdinand, penggabungan BUMN akan memperbesar potensi pengembangan bisnis. Dengan ukuran yang lebih besar, menurut Ferdinand, sebuah perusahaan akan memiliki kesempatan mendulang pendapatan lebih besar pula. Memperoleh dana pun lebih mudah dan jangkauan kerjanya lebih luas, tidak hanya pasar domestik tapi juga luar negeri.
 
“Perusahaan yang semakin besar leverage-nya tentu akan bisa lebih mudah mencari dan mendapatkan pendanaan bagi bisnisnya. Sangat tepat penggabungan usaha sejenis,” katanya.
 
Ferdinand menyarankan untuk BUMN energi, yang boleh digabung adalah minyak dan gas. Sementara untuk listrik harus tetap terpisah. Namun, penggabungan tersebut tidak perlu membentuk holding baru.  “Untuk energi contohnya, Pertamina sudah siap untuk jadi holding. Tinggal PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk) dimasukkan jadi anak usaha Pertamina,” katanya.
 
Hari Karyuliarto, pengamat migas, mengatakan pembentukan holding energy company  bisa menjadi sinergi antara ketiga BUMN, Pertamina, PGN dan PT PLN (Persero) untuk menghadapi krisis energi yang dihadapi Indonesia saat ini. Pembentukan holding BUMN energi juga dapat mengakhiri ketidakharmonisan yang terjadi di antara ketiga BUMN tersebut.
 
“Contoh nyata yang sangat merugikan negara saat ini adalah tender pembangkit listrik PLN yang selalu mensyaratkan dedicated regasification terminal. Hal ini sangat merusak strategi pembangunan infrastruktur gas yang akan dilakukan baik oleh Pertamina atau PGN. Akibatnya banyak pembangunan infrastruktur yang ditunda atau bahkan dibatalkan,” katanya.

Menurut Hari, sinergi ketiga BUMN itu tentu akan menghasilkan efisiensi dan nilai tambah yang besar. Apalagi jika dikaitkan dengan persiapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Penggabungan ketiga BUMN itu akan memperkokoh Indonesia untuk tetap menjadi tuan rumah bidang energi di negeri sendiri,” katanya.(RA)
 

    

 Previous Next