JAKARTA – Sepanjang 2019 PT Pelita Samudera Shipping Tbk (PSSI), perusahaan jasa angkutan laut untuk pengangkutan dan pemindahmuatan batu bara terintegrasi, meraih pendapatan usaha sebesar US$75,3 juta, naik 19% dibanding raihan tahun sebelumnya. Imelda Agustina Kiagoes, Sekretaris Perusahaan Pelita Samudra, mengatakan pada 2019 perseroan berhasil meningkatkan tarif muatan apung dan pengangkutan menjadi US$2,49 dari US$1,90 per metrik ton di 2018 atau naik sebesar 31,2%.

“Pendapatan muatan apung dan pengangkutan naik US$3,9 juta atau sebesar 7%. Pendapatan sewa berjangka naik signifikan sebesar 304% menjadi US$9,9 juta dari US$2,4 juta di 2018,” kata Imelda, Selasa (24/3).

Menurut Imelda, Pelita Samudera telah menambah empat unit kapal kargo curah (MV) di 2019 menjadi total enam unit, meningkatkan kapasitas kargo dari 63,0 ribu DWT menjadi 237,5 ribu DWT atau meningkat 277% dari 2018. Penambahan tiga unit kapal tunda dan tongkang (TNB) menambah total armada hingga akhir 2019 sebanyak 87 unit, termasuk tuga unit fasilitas muatan apung (FLF). Total kapasitas pengangkutan menjadi 546,1 ribu metrik ton, meningkat sebesar 55% dibanding 2018 sebesar 352,5 ribu metrik ton.

“Di tengah tantangan harga batu bara thermal, total volume pengangkutan berhasil mencapai 96% dari target 2019 atau sebesar 30,2 juta metrik ton. Kenaikan terbesar dari segmen MV sebesar 277% menjadi 1,1 juta metrik ton dari 280,2 ribu metrik ton di 2018,” kata Imelda.

Sejalan dengan penambahan armada, biaya operasional Pelita Samudera meningkat, termasuk konsumsi bahan bakar, suku cadang dan biaya kru kapal. Namun, berkat pengendalian biaya yang berkelanjutan, margin laba kotor sebesar 25% berhasil dicapai. Kenaikan laba kotor sebesar US$2,8 juta menjadi US$19,1 juta dari US$16,3 juta di 2018 atau naik sebesar 17%.

Pelita Samudera membelanjakan US$50,1 juta dari target anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) 2019 sebesar US$61,3 juta. Realisasi capex sebesar 82% sebagian besar untuk pembelian enam unit MV, satu unit tugboat dan dua unit tongkang, termasuk perbaikan dan pemeliharaan kapal (docking). Peningkatan sset sebesar 30% menjadi US$143,2 juta dari US$110,1 juta di 2018. Ekspansi armada kapal sebagian besar menggunakan kas internal disamping pinjaman bank.

Segmen TNB menyumbang 51% dari total EBITDA diikuti FLF 30% dan MV 19%. Komposisi kontrak jangka panjang FLF mencapai 91%, TNB 74% dengan 9% dan 26% spot basis. Dari total enam unit MV, tiga unit mendapatkan kontrak jangka panjang sewa berjangka untuk pengangkutan batu bara dan komoditas lain di nikel, klinker dan produk besi. Perseroan akan terus mengeksplor target diversifikasi bisnis di luar komoditas batu bara, termasuk segmen MV dan TNB.

Di luar pendapatan lain-lain, perseroan mencetak laba bersih sebesar US$11,3 juta atau kenaikan sebesar 44% dari US$7,9 juta di 2018. Pendapatan lain-lain di 2018 terdapat keuntungan penjualan satu unit FLF sebesar US$7,6 juta. Pasca divestasi satu unit FLF berhasil menaikkan utilisasi tiga FLF yang lain di 2019. Total laba bersih tahun berjalan sebesar US$13,3 juta.

“Di tengah tantangan pandemi Covid-19, tanggap dengan perencanaan kontinuitas (Business Continuity Plan), perseroan memastikan bisnis inti dan kesinambungan operasi tetap terjaga dengan terus melakukan tindakan pencegahan dan eksekusi strategi yang tepat untuk kelangsungan bisnis,” tandas Imelda.(RA)