JAKARTA– PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang melakukan kegiatan penambangan batubara di Kalimantan, belum akan merevisi target produksi sepanjang tahun ini yang mencapai 35 juta ton kendati pemerintah menetapkan harga batubara acuan (HBA) September 2017 naik 9,6% menjadi US$ 92,03 per ton dibandingkan Agustus 2017 sebesar US$ 83,97 per ton. Di sisi lain, harga batu bara untuk kontrak pengiriman Oktober 2017 di ICE Futures Europe pada Kamis (7/9) pekan lalu mencapai US$ 95,80 per metrik ton, level tertinggi sejak 11 Juni 2013.

Ido Hutabarat, Direktur Utama Arutmin Indonesia, mengatakan Arutmin tetap memproduksi batu bara sesuai target dalam rencana kerja perusahaan. “Arutmin tidak memanfaatkan momentuk kenaikan harga saat ini untuk menggenjot produksi,” ujarnya.

Arutmin, bersama PT Kaltim Prima Coal, anak usaha Bumi Resources di sektor pertambangan batu bara lainnya,  adalah perusahaan yang memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKBP2B). Menurut Ido, perusahaan pemegang PKP2B tidak bisa beroperasi di luar wilayah kerjanya. Sebanyak 50% produksi Arutmin dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tanah Air.

Tren kenaikan HBA September 2017 karena ditopang dari dampak peningkatan permintaan batubara di pasar global dan berkurangnya pasokan dari Australia, termasuk demonstrasi di tambang New Castle. Ekspor batubara Queensland pada Agustus naik ke level tertinggi tahunan, yaitu 13,44 juta metrik ton.

Penopang kenaikan harga batu bara juga lantaran perubahan iklim di India selain perkembangan pembangunan PLTU di Asia, dan khususnya di Indonesia. Hal ini ikut meningkatkan permintaan batubara di pasar global sehingga harga batubara di pasar global diperkirakan menunjukkan tren positif.

Terkait tren kenaikan harga batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya merevisi target produksi batubara menjadi 477,9 juta ton, dari proyeksi awal 413 juta ton. Peningkatan proyeksi produksi itu ditopang pasokan dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan banyak perusahaan IUP yang saat ini sudah masuk tahapan operasi produksi.

“Karena itu, target yang ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) meningkat jadi 477,91 juta ton,” katanya di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Bambang, target perubahan produksi batubara itu, sudah disetujui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sebelumnya Kementerian ESDM mengirim surat adanya penambahan produksi batubara tahun ini ke Bapenas.

Hendra Sinadia, Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia, mengakui saat ini banyak IUP yang masuk dalam tahapan operasi produksi sehingga produksi batubara tahun ini meningkat, tidak sesuai dengan RPJMN. Kendati demikian, revisi target kenaikan produksi yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, tidak berpengaruh kepada perusahaan-perusahaan, terutama yang telah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pemerintah. (dr)