JAKARTA – Pemerintah memastikan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) satu harga secara nasional tidak akan merugikan PT Pertamina (Persero). Untuk memastikan hal itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan aturan penetapan margin di SPBU.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, menyatakan saat ini sedang difinalisasi aturan margin SPBU yang dipastikan akan berbeda untuk beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini dilalukan untuk memastikan keekonomian penjualan BBM.

“Kita mau membantu buat margin SPBU tidak sama antara SPBU di Pulau Jawa dengan Papua atau Maluku karena volume beda dan keterpencilan daerah juga,” kata Wiratmaja di Jakarta, Kamis (20/10).

Lebih lanjut dia mengungkapkan ada beberapa kriteria yang akan dijadikan landasan pemerintah dalam menetapkan margin SPBU di suatu daerah. Pertama, tingkat pengembalian investasi (investment return rate/IRR). Selain itu, jarak distribusi dan volume yang bisa dijual ikut menentukan. Nantinya, pemerintah akan menetapkan batas atas dan batas bawah bagi SPBU.

“Kita sudah hitung tapi angkanya belum bisa dirilis harus disetujui pimpinan dulu. Semua alternatif kita hitung,” kata Wiratmaja.

Presiden Joko Widodo pekan lalu mencanangkan penetapan BBM satu harga secara nasional. Ini berarti harga BBM di wilayah timur Indonesia, seperti di Papua harus sama dengan wilayah lain. Saat ini harga BBM di delapan kabupaten di Papua sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 7174 Tahun 2016, dan berlaku mulai 1 Oktober 2016, yakni untuk setiap liternya; minyak tanah Rp. 2.500, solar Rp.  5.150 danpremium Rp. 6 450. Padahal sebelumnya presiden sempat menerima laporan bahwa harga premium di Papua bisa mencapai Rp 50.000 per liter hingga Rp 100.000 per liter.

Menurut Wiratmaja, Pertamina diinstruksikan melakukan subsidi silang untuk menutupi potensi kerugian yang diakibatkan kebijakan BBM satu harga.

“Misalkan di Jakarta  dijual 30 ton BBM, margin SPBU Rp 200-Rp 250 per liter. Di Papua kan satu hari tidak sampai satu ton. Jadi margin disana kan harus lebih tinggi agar ekonomis,” ungkap Wiratmaja.

Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah meyakini tidak akan membebani atau bahkan merugikan Pertamina. Karena konsep pengelolaan Pertamina tidak boleh sampai dirugikan oleh kebijakan negara.

“Penugasan tidak boleh merugikan Pertamina. Konsepnya akan begitu. Jadi nantinya dihitung secara nasional, secara total harus positif harus untung. Karena itu kita hitung secara corporate harus untung,” tandas Wiratmaja.(RI)