Konsentrat di stockpile PT Newmont Nusa Tenggara.

Konsentrat di stockpile PT Newmont Nusa Tenggara.

MATARAM – Bea keluar progresif sebesar 25% tahun ini terhadap ekspor konsentrat hasil tambang, ternyata sangat memberatkan finansial dan mengancam keberlangsungan operasi PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Perusahaan tambang emas dan tembaga yang mengelola Tambang Batu Hijau di Sumbawa Barat itu pun menyiapkan rencana darurat, guna mengantisipasi dampak kebijakan baru itu.

Dihubungi saat berada di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Senin, 17 Februari 2014, General Manager Social Responsibility & Govrel PTNNT, Rachmat Makkasau membenarkan hal itu. “Bea keluar tersebut membuat usaha tambang PTNNT tidak ekonomis dan tidak sesuai dengan Kontrak Karya,” jelasnya.

Karena itu, menurut Rachmat, manajemen PTNNT terus berupaya mendiskusikan pelaksanaan kebijakan bea keluar progresif ekspor konsentrat itu dengan pemerintah, agar ditemukan jalan keluar terbaik.

“Pengenaan bea keluar memang sangat memberatkan perusahaan dan mengancam keberlangsungan perusahaan, secara finansial ini membuat bisnis tidak layak,” katanya. Padahal PTNNt sendiri sudah menegaskan komitmennya untuk mengolah dan memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri.

Dikatakan Rachmat, PTNNT ingin tetap beroperasi dalam jangka panjang agar terus bisa memberikan kontribusi kepada pemerintah, masyarakat, karyawan, pemegang saham dan perusahaan (PTNNT, red) sendiri.

Itulah sebabnya, lanjut Rachmat, management PTNNT juga menyiapkan rencana darurat guna mengantisipasi kemungkinan dan kondisi keuangan yang sangat memberatkan jika bea keluar ini diberlakukan.

Selama ini, lanjutnya, PTNNT telah mendukung kebijakan pemerintah dalam hal pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dengan melakukan pengolahan bijih mentah menjadi konsentrat dan mengirimkan konsentratnya untuk dimurnikan di PT Smelting Gresik sebanyak yang dapat mereka tampung.

“Selanjutnya, PTNNT juga telah menandatangani perjanjian sebagai pemasok konsentrat tembaga dengan PT Nusantara Smelting dan PT Indosmelt yang akan membangun fasilitas pemurnian (smelter) baru di Indonesia,” ujar Rachmat.

Seperti diketahui, pada Desember 2013 lalu, PTNNT telah menandatangani kesepakatan dengan tiga investor yang akan membangun smelter pengolahan dan pemurnian tembaga di dalam negeri. Diantaranya dengan PT Nusantara Smelting dan PT Indosmelt.

Namun smelter dua perusahaan itu baru bisa beroperasi pada 2017 dan 2018. Itu artinya konsentrat tembaga PTNNT baru bisa diolah sebagian besar di dalam negeri beberapa tahun ke depan, setelah smelter kedua perusahaan itu berdiri. Sejauh ini, sebagian kecil konsentrat tembaga PTNNT sudah diolah di PT Smelting Gresik menjadi katoda tembaga, sesuai kapasitas pabrik yang ada di Jawa Timur itu.

Sembari menunggu smelter-smelter baru temabaga berdiri, PTNNT meminta kelonggaran untuk tetap bisa mengekspor konsentrat, yang sebenarnya juga sudah merupakan bahan tambang olahan, guna mempertahankan kelangsungan operasi perusahaan. Namun belakangan pemerintah menerapkan bea keluar progresif yang dinilai KADIN dan beberapa perusahaan termasuk PTNNT cukup memberatkan.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)