JAKARTA – Kebijakan tender pengadaan bahan bakar minyak (BBM) PSO dinilai perlu dikaji kembali. Proses tender BBM PSO saat ini dilakukan merujuk pada Undang-Undang (UU) Migas No.22/2001, PP No.36/2004 dan Peraturan BPH Migas No.09/P/BPH Migas/XII/2005.

Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS, mengatakan kebijakan tender pengadaan BBM PSO sudah waktunya untuk direvisi atau dibatalkan.
“Hal yang mendasari sikap tersebut antara lain karena merupakan amanat konstitusi, penugasan pemerintah, penetapan harga oleh pemerintah, BUMN tidak boleh merugi. Selain itu, karena pengadaan elpiji 3 kg yang bersifat penugasan telah berlangsung tanpa tender, maka pengadaan BBM PSO mestinya juga dilakukan tanpa melalui proses tender,” ujar Marwan di Jakarta, Rabu (6/9)
Djoko Edhi Abdurahman, Indonesia Tax Watch, menekankan bahwa pengadaan BBM adalah kegiatan strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu, pengelolaannya pun harus dilakukan BUMN, bukan oleh swasta, walaupun swasta hanya terlibat dalam pengadaan BBM di wilayah terbatas tertentu yang volumenya tidak signifikan.
“Pengadaan BBM PSO merupakan penugasan oleh pemerintah. Sangat tidak relevan jika pelaksanaan tugas-tugas negara dan kepentingan strategis bangsa serta orang banyak justru dilakukan oleh perusahaan swasta. Apalagi  negara telah memiliki perangkat berupa perusahaan BUMN untuk melaksanakannya,” ungkap Djoko.
Harga BBM PSO ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan yang diterbitkan secara rutin/berkala (per 3 bulan), sesuai formula yang juga telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah, yakni Perpres No.191/2014.
“Dengan demikian, menjadi tidak relevan jika proses pengadaan dan penetapan harganya dilakukan melalui proses tender,” kata Marwan.
Hal lain yang menjadi pertimbangan bahwa kebijakan tender pengadaan BBM PSO harus diubah, adalah dalam formula harga BBM minimal ada dua variable yang dapat berubah setiap saat. Perubahan nilai variable tersebut berada di luar kontrol BUMN/korporasi atau pemerintah sekalipun mengendalikannya, yakni nilai tukar dolar Amerika Serikat dan rupiah serta harga minyak dunia.

“Dalam kondisi harga minyak yang dapat meningkat 15% atau 25% dibanding harga tersebut saat penawaran tender dilakukan, maka BUMN/Pertamina harus menanggung kerugian yang sangat besar karena harga dijamin tidak boleh berubah selama 1 tahun, yaitu sesuai harga saat tender dimenangkan,” tandas

Marwan.(RA)