JAKARTA – Pemerintah diminta segera menetapkan tarif listrik dari pembangkit berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) untuk bisa mengejar target pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional pada 2019. Tumiran, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menyatakan proses penentuan tarif energi EBT harus transparan akuntable dan keekonomiannya terukur. Untuk mencapai tarif yang sesuai dengan nilai keekonomian, tarif dasar di setiap daerah tidak bisa disamaratakan. Biaya pembangunan serta infrastruktur pembangkit juga berbeda tergantung ketersediaan potensi EBT di sekitar pembangkit.

“Yang menjadi isu selama ini seolah-olah pemerintah tidak mendorong EBT, dengan memodifikasi isu tarif ini tidak benar. Pemerintah memberi ruang, misalnya harga EBT tidak akan sama di wilayah, disesuaikan potensi dan EBT bisa membantu untuk memasok energi wilayah,” kata Tumiran di Jakarta, Senin (23/1).

Menurut Tumiran, pembangunan pembangkit EBT diproyeksikan akan banyak dilakukan di daerah. Untuk mendukung hal itu dalam penetapan tarif listrik EBT di daerah, selain tidak bisa disamaratakan menggunakan Biaya Pokok Produksi (BPP) Nasional 2016 yang sebesar Rp 980 per kWh, penetapan harga tarif dasar listrik EBT juga tidak boleh melebihi BPP regional. Ini agar hak masyarakat untuk bisa mendapatkan listrik dengan biaya terjangkau juga terpenuhi.

“Ini supaya teman-teman yang investasi energi terbarukan bisa mengupayakan menekan harga, mengefisienkan skala produksi, dan skenario investasi untuk yang lebih murah,” kata dia.
Rinaldy Dalimi, Anggota DEN menambahkan listrik EBT memang akan sulit berkembang apabila harga dari produsen sudah terlanjur tinggi. Untuk itu penentuan tarif sangat penting dan menjadi titik balik masa depan penggunaan EBT di Indonesia. Feed in Tariff yang baik akan mampu merangsang investor untuk bisa percepat pengembangan EBT dan disisi lain tarif yang terlalu tinggi dipastikan membuat pengambangan sumber energi masa depan ini justru tidak akan memikiki masa depannya di Indonesia.
Harga yang ditetapkan nantinya harus bisa mengakomodir kepentingan pelaku usaha dalam hal ini produsen serta off taker yang nantinya akan menyediakan listrik kepada masyarakat.

“Dari sisi offtaker, FIT jangan tinggi-tinggi juga karena akan rugi, sudah ada angka-angka dimana investor untung dan PLN tidak rugi,” tandas Rinaldy.

Data DEN menyebutkan hingga akhir 2016, capaian EBT baru 8,8 gigawatt (GW) dan estimasi capaian 2017 adalah 9,1 GW. Padahal seharusnya capaian EBT adalah sebesar 10,6 GW (11%) berdasarkan target RUEN.(RI)