JAKARTA – Pembahasan revisi Undang-Undang UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sudah memasuki tahap finalisasi terkait poin kelembagaan yang selama ini menjadi salah satu poin utama. Pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) hanya tinggal menunggu pengesahan berbarengan dengan penerbitan revisi UU Migas.

Kurtubi, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan rencana yang tengah difinalisasi adalah peleburan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dan PT Pertamina (Persero) yang menjadi BUK.

“BUK Migas adalah Pertamina ditambah dengan SKK Migas. Digabung sehingga aset dari BUK Migas adalalah aset Pertamina dan aset SKK Migas,” kata Kurtubi di Jakarta, Rabu (26/4).

Menurut Kurtubi, kondisi pengelolaan industri migas saat ini tidak sehat karena SKK Migas diartikan sebagai lembaga pemerintah yang posisinya sejajar dengan kontraktor. Padahal negara harus lebih tinggi daripada kontraktor. Itu juga yang diamanatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir beberapa pasal pada UU Nomor 22 Tahun 2001.

“SKK Migas harus dibubarkan. Ini harus jadi entitas bisnis, bukan lembaga pemerintah. SKK Migas itu lembaga pemerintah, bukan perusahaan,” ungkap dia.

Adapun skema BUK yang disusun DPR adalah badan usaha khusus semacam holding dengan beberapa layer. Layer kedua dibawahnya ada badan usaha urusan hulu mandiri, ada urusan hulu kerja sama, urusan hilir minyak dan hilir gas.
Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) dibawah badan usaha khusus sebagai induk holding akan menjalankan kegiatan operasional seperti biasa dan akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada holding.

Selain peleburan Pertamina dan SKK Migas untuk dibentuk menjadi BUK, poin lainnya yang diatur dalam revisi UU Migas adalah terkait penutupan keran impor bahan bakar minyak (BBM) dalam jangka waktu 10 tahun setelah BUK terbentuk.

Menurut Kurtubi, konsumsi BBM selama ini terus meningkat sementara fasilitas pengolahan BBM tidak ada peningkatan sama sekali. Untuk itu harus didorong agar ada pembangunan fasilitas BBM dan sudah menjadi tugas pemerintah dan BUK nantinya memastikan program tersebut berjalan.

“Dalam undang-undang kami memberi waktu 10 tahun kepada pemerintah dan BUK Migas untuk membangun kilang di Indonesia, sehingga satu liter pun tidak boleh impor BBM,” tegas dia.

Pertamina saat ini tengah menjalankan program pembangunan dan pengembangan kilang. Ada dua kilang baru yang sedang digarap pembangunannya yakni Kilang Tuban dan Kilang Bontang. Empat kilang lainnya yang sudah ada tengah dikembangkan, yakni Kilang Balikpapan, Kilang Balongan, Kilang Cilacap dan Kilang Dumai.

“Idealnya kilang itu harus dekat dengan intra konsumen, efisiensi distribusi nasional, dalam jangka panjang juga lebih aman,” ungkap Kurtubi.

Menurut Kurtubi, saat ini posisi revisi UU migas hanya tinggal dibahas dengan Badan Legislasi (Baleg) karena hampir semua fraksi sudah menyepakati poin yang telah dirumuskan. Setelah dibahas di Baleg sebelum diundangkan akan dilakukan pembahasan dulu dengan pemerintah. “Sudah 95% disetujui. mestinya tengah tahun atau akhir tahun ini selesai disahkan DPR,” kata Kurtubi.(RI)