JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dan Exxonmobil menargetkan pada akhir Maret 2017 menjadi batas waktu keputusan skema pengembangan proyek Jambaran Tiung Biru.

Denny Tampubolon, Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina mengungkapkan pemerintah sudah memberikan surat penugasan kepada Pertamina, namun surat itu berisi tugas untuk bisa merealisasikan percepatan proses pengembangan proyek JTB demi mengejar target on stream pada 2020. Pertamina dan Exxonmobil sepakat mempercepat pembahasan proyek JTB, bahkan pihak Exxonmobil juga mendatangkan utusan khusus dari kantor pusat di Amerika Serikat untuk membahas hal ini.

“Delegasi Exxon dari Houston juga datang ke sini, Maret harus selesai kenapa? Karena untuk mengejar on stream 2020, kalau tidak selesai terlambat. Itu yang mau kita hindari. Kalau ketemu solusi kita jalan bareng,” kata Denny kepada Dunia Energi, baru-baru ini.

Denny menegaskan opsi pembelian saham Exxon di Jambaran Tiung Biru bukan jalan keluar atau opsi pertama yang akan dibicarakan. Pertamina masih membicarakan kemungkinan untuk tetap bekerja sama dengan mitranya tersebut. Opsi lainnya adalah kemungkinan untuk bisa mengelola Jambaran Tiung Biru dengan mekanisme sole risk.

Jika memilih menggunakan sole risk Pertamina akan menjadi investor tunggal di proyek tersebut, tanpa melibatkan partner dalam berinvestasi. Namun secara kontrak kepemilikan saham terhadap proyek tidak berubah.

“Kalau sole risk kan ada partner, artinya yang kerjain satu pihak saja, itu halnya yang umum. Investasi Pertamina saja, jadi hasilnya juga untuk Pertamina saja,” tambah Denny.
Sole risk memang tidak menjamin percepatan pengembangan Jambaran Tiung Biru, namun yang pasti ada proses yang bisa diefesiensikan dibanding melakukan farm in. Karena dalam implementasinya hanya perlu kesepakatan internal antar kedua belah pihak dan tidak memerlukan perubahan production sharing contract (PSC) yang memerlukan waktu panjang.
“Yang jelas kalau menggunakan farm out misalnya kan tadi itu butuh persiapan, keluarin PSC baru ke menteri lagi. Sole risk kan cuma kerja sama janjian di dalam saja, tapi itu baru satu aspek, kan masih ada aspek lain,”papar Denny.
Jika kesepakatan pada Maret nanti bisa direalisasikan, proyek Jambaran Tiung Biru bisa langsung dilanjutkan dengan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Pertamina menjadi off taker utama gas yang dihasilkan dari proyek tersebut.
“Kalau ini selesai yaa tinggal tanda tangan saja PJBG. Kita si optimistis bisa selesai,” tukas Denny.
Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, mengatakan Pertamina mampu untuk mengelola sendiri proyek Jambaran Tiung Biru, apalagi Exxon sebagai mitra tidak menjadikan proyek tersebut sebagai prioritas portofolionya.
“Pertamina bisa jalan sendiri dulu saja. Apalagi kalau dilihat kan Exxon tidak jadikan JTB sebagai prioritas karena mereka kan ada Blok Cepu,” tandas Pri Agung.(RI)