JAKARTA – Skema pemberian hak partisipasi (participating interest/PI) 10% pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bagi pemerintah daerah melalui mekanisme pinjaman saham kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dinilai bisa mencegah masuknya pihak swasta dalam hak partisipasi daerah tersebut.

“Wacana yang berkembang ini akan ditalangi dulu kontraktor mayoritas. Jika rencana ini dapat dilakukan saya kira potensi pihak lain masuk bisa diminimalkan,” kata Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute kepada Dunia Energi, Senin (7/11).

Keterbatasan anggaran pemda untuk mendanai pengambilalihan bagian 10% hak partisipasi di blok migas selama ini dimanfaatkan pihak swasta untuk menguasai bagian tersebut.

Hak partisipasi 10% merupakan bagian daerah dari KKKS yang mengelola blok migas. Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama (PoD), kontraktor wajib menawarkan PI 10% untuk daerah melalui badan usaha milik daerah (BUMD).

Faisal Basri, staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, menyatakan pemerintah harus mengkaji lagi skema pemberian saham kepada BUMD yang didanai kontraktor karena terlalu berisiko. Pasalnya, BUMD bisa terkena imbas jika pemilik saham mayoritas atau perusahaan mengalami kerugian, Padahal maksud dari pemberian PI 10% untuk memberikan manfaat kepada daerah yang memiliki sumber daya alam.

“Jika perusahaannya itu rugi bagaimana? Masa pemda juga ikut menanggung rugi, sementara pemerintah pusat tidak pernah rugi,” kata Faisal.

Dia mengusulkan skema PI 10% bisa dilakukan dengan memberikan jatah langsung ke pemda melalui penambahan kas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal itu dinilai lebih bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat daerah.

“Jadi 10% itu bisa langsung untuk masuk APBD bisa untuk beasiswa  infrastruktur, Itu pasti tidak ada risiko,” tandas Faisal.(RI)