JAKARTA – Pemerintah dan PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat menyepakati tiga poin utama, yakni divestasi saham Freeport sebesar 51%, komitmen pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) dan status perpajakan.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan ketiga poin tersebut merupakan arahan Presiden Joko Widodo yang bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar. Jika Freeport ingin kontrak operasi di Tambang Grasberg, Papua dilanjutkan, ketiga syarat tersebut harus disetujui. Nantinya mekanisme perpanjangan kontrak dilakukan bertahap 2×10 tahun dengan syarat Freeport taat terhadap regulasi yang berlaku.

“Hasil perundingan ini sesuai instruksi Pak Pesiden untuk kepentingan negara, dan masyarakat Papua, tapi tetap menjaga iklim investasi,” kata Jonan dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Selasa (29/8). Konferensi pers juga dihadiri Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan dan Richard Adkerson, Chief Executive Officer and Vice Chairman Freeport-McMoRan.

Menurut Jonan, poin utama yang disepakati dalam perundingan adalah divestasi 51% saham Freeport. Presiden Jokowi telah menginstruksikan divestasi 51% saham harus direalisasikan. Hingga saat ini, pemerintah baru memiliki 9,36% saham Freeport Indonesia.

“Freeport itu menjadi 51%. Pada saat ini masih dirundingkan secara detail dan akan dilampirkan di IUPK yang tidak bisa diubah sampai konsensi dan kontrak selesai,” tegas dia.

Freeport juga telah menyepakati untuk membangun smelter yang diberikan jangka waktu selama lima tahun sejak IUPK diberikan pemerintah. Dengan begitu Freeport mempunyai waktu hingga Januari 2023 untuk menyelesaikan pembangunan smelter.

Kesepakatan ketiga adalah adanya kepastian penerimaan negara dari perubahan kontrak karya (KK) menjadi IUPK.

Sri Mulyani mengatakan saat ini ada tim yang bekerja khusus untuk mengkalkulasikan besaran proyeksi penerimaan negara dari adanya perubahan bentuk kontrak tersebut. Komposisi penerimaan negara dari sisi komposisi pajak, bea cukai dan pajak daerah dan royalti harus ada peningkatan.

“Kita telah mengusulkan penerimaan yang lebih besar, yaitu berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pasal 159 huruf C. secara agregat penerimaan negara sudah disepakati,” ungkap dia.(RI)