JAKARTA – Produksi batu bara nasional hingga paruh pertama tahun ini mencapai 139 juta ton atau 29% dari target sebesar 477 juta ton.

Bambang Gatot, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan selain keterlambatan pelaporan dari pada perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP),  penurunan produksi pada awal tahun menjadi penyebab masih rendahnya realisasi produksi semester pertama.

Namun Ia menjamin peningkatan produksi akan terjadi seiring dengan mulai optimalnya produksi di pertengahan tahun ini hingga menjelang akhir tahun.

“Sekarang bahkan ada perusahaan yang minta peningkatan kapasitas produksi karena ada yang sudah lebih dari 50% menambang. Dia minta kenaikan produksi,” kata Bambang dalam konferensi pers kinerja sektor minerba di Kementerian ESDM, Rabu (9/8).

Namun pemerintah saat ini lebih selektif dalam memberikan izin penambahan produksi karena peraturan sekarang setiap produksi batu bara harus memperhatikan kebutuhan akan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

“Kita tidak begitu saja memberikan, karena pertimbangan kalau memberikan harus diutamakan untuk keperluan supply PLTU dalam negeri,” tukas Bambang.

Masih lesunya gairah industri minerba pada semester pertama ini juga bisa dilihat dari serapan atau pemanfaatan batu bara domestik. Hingga Juli,  Domestic Market Obligation (DMO) baru tercatat sebesar 29% dari target yang dicanangkan sebesar 108 juta ton. “Baru mencapai 30,8 juta ton,” kata Bambang.

Untuk jumlah amendemen kontrak pada tahun ini Kementerian ESDM menargetkan sebanyak 47 Perjanjian Karya Pengusaha Batu Bara (PKP2B) dan 25 Kontrak Karya (KK). Hingga semester pertama baru ditandatanangi amendemen 15 PKP2B serta 14 KK sehingga total keseluruhan yang sudah melakukan amendemen perjanjian saat ini adalah sebanyak 37 perusahaan pemegang PKP2B dan 21 perusahaan pemegang KK.

Bambang mengatakan sepanjang 2016 hingga 2017 sebanyak 439 IUP sudah dicabut izinnya  oleh pemrintah daerah serta 725 lainnya sedang proses CnC.

“Sebanyak 9.370 dari Koordinasi dan Supervisi (Korsup) terakhir, yang sudah CnC itu sebanyak 6.058 perusahaan hingga semester pertama . Jadi masih ada sisa 3.312 IUP. Sehingga ada perusahaan yang belum direkomendasikan oleh pemerintah provinsi,” ungkap Bambang. (RI)