JAKARTA – Hingga akhir Desember 2017 penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari subsektor energi baru terbarukan (EBT) panas bumi diklaim mencapai Rp 933 miliar. Jumlah tersebut melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN)  Perubahan 2017 sebesar Rp 671 miliar. Pada 2016, realisasi PNBP subsektor panas bumi sebesar Rp 932 miliar.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sumber penerimaan berasal dari iuran tetap eksplorasi, iuran tetap produksi, royalti produksi, dan bonus produksi panas bumi.

“Komposisi penerimaan meliputi WKP (wilayah kerja panas bumi) eksisting Rp 901 miliar dan WKP IPB Rp 24 miliar,” ujar Rida di Jakarta, Rabu (10/1).

Bonus produksi merupakan salah satu bentuk pemanfaatan pengembangan panas bumi yang bertujuan untuk dapat dirasakan langsung oleh daerah penghasil. Penggunaan bonus produksi diprioritaskan untuk masyarakat yang berada paling dekat dengan proyek atau kegiatan pengusahaan panas bumi.

Pengaturan mengenai bonus produksi panas bumi merupakan amanat dari pasal 53 Undang–Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2014 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2016 tentang besaran dan tata cara pemberian bonus produksi panas bumi. Ini diatur lebih jelas dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 23 Tahun 2017 tentang tentang tatacara rekonsiliasi, penyetoran dan pelaporan bonus produksi panas bumi.

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk penjualan uap panas bumi, bonus produksi yang harus dibayarkan kontraktor sebesar 1 % dari pendapatan kotor. Sedangkan untuk penjualan listrik, bonus produksinya ditetapkan lebih rendah, yakni 0,5 % dari pendapatan kotor. Parameter dan bobot yang dijadikan dasar perhitungan bonus produksi meliputi luas wilayah kerja, infrastruktur produksi, infrastruktur penunjang, dan realisasi produksi.

Hasil perhitungan kewajiban penyetoran bonus produksi kepada pemerintah daerah selama periode tahun 2014-2017 total sebesar Rp 177,74 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk realisasi capaian kuartal IV 2017.

“Prognosa sepanjang 2017 hingga kuartal IV, sebesar Rp 76,64 miliar,” ungkap Rida.

Rida menambahkan, kewajiban penyetoran bonus produksi dilaksanakan terhadap tujuh pengembang panas bumi pada 12 area/WKP dan disetorkan kepada 25 Pemerintah Kabupaten/Kota Penghasil.

Dengan adanya bonus produksi panas bumi ini Pemerintah Daerah Penghasil akan mendapatkan manfaat langsung berupa adanya pemasukan ke kas daerah dari beroperasinya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Dengan ini diharapkan pemerintah daerah dapat bersama pengusaha panas bumi menjaga kelangsungan produksi panas bumi sehingga terciptanya hubungan saling menguntungkan antara pengusaha dan pemerintah daerah penghasil.

“Saat ini, pemerintah daerah yang mendapatkan bonus produksi terbesar adalah Kabupaten Bandung dengan nilai sebesar Rp 58,3 miliar,” kata Rida.(RI)