JAKARTA – Pemerintah dinilai harus memilih pendekatan yang tepat dalam negosiasi dengan PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat. Saat ini negosiasi antara pemerintah dengan Freeport masih terus berjalan mencakup empat poin, yakni kelanjutan operasi, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), stabilitas investasi dan divestasi saham.

Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resources Studies (CIRUSS), mengatakan pemerintah tidak bisa setengah-setengah menggunakan pendekatan bisnis dan pendekatan kedaulatan negara.

“Pernyataan “perundingan” menunjukkan pemerintah telah menurunkan posisi dari negara yang berdaulat menjadi para pihak bisa memperburuk pandangan masyarakat, seolah-olah pemerintah tunduk kepada investor,” ujar Budi kepada Dunia Energi, Kamis (27/7).

Menurut Budi, jika pemerintah menggunakan pendekatan business to business, seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan kelayakan bisnis untuk menerapkan aturan dan peraturan perundang-undangan. Pemaksaan yang tidak memperhatikan kelayakan kegiatan bisnis akan berdampak terhadap citra kebijakan pemerintah yang pada saat ini ingin menarik banyak investor.

“Selama pendekatan tidak konsisten maka ada pihak-pihak yang akan dirugikan, pemerintah sendiri atau masyarakat yang merasakan langsung investasi tersebut,” ungkap dia.

Teguh Pamudji, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan perundingan dengan Freeport masih berlangsung. Freeport sudah sepakat terhadap bentuk landasan hukum hubungan kerja dengan pemerintah dalam bentuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan bukan lagi kontrak karya (KK) pertambangan.

IUPK yang akan diterbitkan akan berlaku hingga 2021 atau sesuai dengan berlakunya kontrak karya. Ini sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Menurut Teguh, untuk isu kelanjutan operasi dan pembangunan smelter, telah ada titik temu antara pemerintah dengan Freeport. Sesuai PP Nomor 1 Tahun 2017, pemegang IUPK berhak mengajukan perpanjangan dua kali 10 tahun dengan memenuhi persyaratan.

“Untuk pembangunan smelter, Freeport sepakat membangun smelter dan selesai dalam lima tahun atau paling lambat awal 2022,” kata dia.

Pemerintah akan mengevaluasi kemajuan proyek pembangunan smelter tiap enam bulan. Apabila perkembangan smelter tidak sesuai rencana, rekomendasi ekspor (konsentrat) dapat saja dicabut.(RA)