JAKARTA – Harga gas akan ditetapkan berbeda – beda sesuai dengan lokasi sumber dan pengguna gas sehingga akan sesuai dengan nilai keekonomian. Langkah zonasi dalam penetapan harga gas bertujuan menghindari tingginya biaya transportasi.

“Jadi di Indonesia Timur gasnya kita kasih untuk Indonesia Timur. Gas yang di Indonesia Tengah, kita fokus ke Indonesia Tengah, supaya mengurangi transportation costnya. Yang di Indonesia Barat ya di Indonesia Barat” kata Luhut Binsar Pandjaitan, Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (11/10).

Menurut Luhut, dalam skema zonasi juga tidak tertutup kemungkinan dilakukan impor untuk wilayah tertentu seperti di Sumatera. Akan tetapi tetap harus dilihat nilai keekonomian serta perbandingan harga gas impor dengan harga gas yang di produksi di dalam negeri.

“Jika lebih murah mengimpor dari Indonesia barat, misalnya Aceh untuk Medannya impor saja. Nanti gasifikasinya di Lhokseumawe, alirkan ke Medan. Sehingga sampai di Medan kita hitung bisa US$ 7 per MMBTU, dibanding sekarang bisa mencapai US$ 13 per MMBTU,” tukas dia.

Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, menyatakan dengan adanya zonasi, pemerintah berupaya untuk bisa mengefisiensikan harga gas dari sisi pendistribusian. Pemerintah masih terus menggodok berbagai skenario impor yang bisa dilakukan, salah satunya pengadaan gas untuk Medan bisa dilakukan impor dari Singapura.

Namun dia belum mau menjanjikan apakah rencana tersebut sudah final akan diterapkan atau tidak karena masih menunggu exercise yang akan dilakukanoleh tim dari beberapa kementerian terkait.

“Bisa efisien. Misalnya Medan, kalau beli dari Papua mahal ongkosnya, bisa saja Medan ini impor saja dari Singapura. Gas punya Papua itu digunakan untuk kebutuhan PLN  yang di daerah timur. Sehingga ongkosnya tidak mahal, tapi tujuannya juga jelas,” Askolani.(RI)