JAKARTA – Pemerintah diminta meningkatkan pengawasan terhadap aksi jual beli aset, terutama yang berhubungan dengan sumber daya alam seperti wilayah kerja panas bumi (WKP). Hal itu harus dilakukan menyusul adanya penjualan WKP Drajat dan Gunung Salak yang dilakukan Chevron kepada PT Star Energy.

Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), menyatakan aksi jual beli WKP yang dilakukan Chevron dan Star Energy pada dasarnya tidak menyalahi hukum dan sah dilakukan sebagai aksi korporasi. Namun pemerintah seharusnya tetap memiliki peranan dalam kegiatan korporasi yang berlangsung di wilayah Indonesia, misalnya dalam hal pengawasan perpajakan dari kegiatan jual beli tersebut.

“Harusnya ada pembayaran pajak penjualan kepada pemerintah sesuai nilai transaksinya. Harusnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan aktif mengawasi proses ini,” kata Fabby kepada Dunia Energi.

Menurut dia, dalam penjualan wilayah kerja panas sudah sewajarnya jika pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap sumber daya dilibatkan. Apalagi dalam hal penggantian kepemilikan WKP.
“Saya heran kalau di Indonesia, pemerintah tidak turut serta dalam pemberian persetujuan, kecuali jika kontraknya memang mengecualikan pemerintah. Pergantian kepemilikan WKP perlu dilaporkan ke pemerintah,” tegas Fabby.

Chevron sebelumnya mengumumkan telah melepas aset panas bumi di Indonesia dan Filiphina ke Star Energy. Dua aset panas bumi Chevron di Indonesia berada di WKP Gunung Salak dengan kapasitas maksimum 377 megawatt (MW) dan WKP Darajat yang saat ini menghasilkan listrik dengan kapasitas 270 MW.

Pasca akuisisi tersebut, Star Energy Geothermal menjadi pemilik mayoritas saham untuk dua WKP yakni sebesar 68,31 %, sementara AC Energy sebesar 19,3 % dan EGCO 11,89 %.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengungkapkan penjualan aset panas bumi Chevron memang belum dilaporkan secara resmi ke pemerintah. “Itu kan aksi korporasi yang dilakukan Chevron. Dari sisi hukum seperti apa, saya belum mendalami itu,” katanya.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM saat dikonfirmasi menyatakan bahwa sejauh ini belum menerima laporan adanya kesalahan prosedur dalam proses jual beli dua aset mliki Chevron yang berstatus joint operation contract (JOC).

Pemerintah, kata dia juga masih menunggu laporan secara resmi dari Chevron terkait penjualan aset. Pasalnya, dalam aturan meskipun aksi korporasi terhadap jual beli WKP diperbolehkan, kontraktor existing tetap harus melaporkannya kepada pemilik WKP dan hal ini PT Pertamina (Persero)dan penanggungjawabnya yakni Kementerian ESDM.
“Ujungnya dari proses itu harus dilaporkan ke yang punya rumah yaitu Pertamina dan ke panggung jawab sektoryaitu Pak menteri,” tandas Rida.(RI)