JAKARTA – Pemerintah dinilai harus mempunyai sikap tegas soal kelanjutan kontrak pertambangan PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoRan Copper and Gold Inc di Grasberg, Papua. Ketegasan pemerintah diperlukan untuk masalah divestasi dan kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral.

“Untuk divestasi, Freeport bersikukuh dengan perhitungan sendiri, demikian juga pemerintah. Kenapa tidak ditunjuk independence valuator? Jangan sampai divestasi dihitung setelah perpanjangan yang harganya pasti naik,” kata Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesian Resources Studiess (CIRUSS), kepada Dunia Energi, Selasa (10/1).

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perubahan keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara, disebutkan pengaturan tahapan divestasi saham dan penambahan instrumen pelaksanaan divestasi melalui penawaran umum di bursa saham Indonesia.

Budi juga menekankan, pembangunan smelter jangan sampai menjadikan sandera untuk pemerintah memperpanjang kontrak pertambangan Freeport. Kedua kewajiban tersebut seharusnya dijadikan syarat bagi perpanjangan.

“Relaksasi cuma sebagai pintu darurat supaya aktivitas Freeport tidak terganggu. Pemerintah harus menyiapkan BUMN yang akan ditujukan untuk mengelola Freeport, apabila tidak diperpanjang (kontrak). Jangan sampai aturan-aturan pemerintah terkesan mengikuti Freeport sedangkan tambang yang lain terkorbankan,” tandas Budi.(RA)