JAKARTA – Peraturan perundang-undangan untuk sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) saat ini dinilai masih tumpang tindih. Padahal, iklim investasi di sektor pertambangan minerba sangat dipengaruhi regulasi.

“Undang-Undang (UU) Minerba 4/2009  Pertambangan Minerba masih tumpang tindih dengan UU 23/2014 tentang Otonomi Daerah, yaitu mengenai pengawasan atau pengelolaan pertambangan,” kata Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) kepada Dunia Energi, Selasa (23/8).

Ladjiman berharap pemerintah tetap setia kepada konstitusi dengan melaksanakan UU berikut turunannya dengan benar. Untuk itu, Presiden Joko Widodo diharapkan menunjuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang profesional dan non partisipan.

“Kalau menteri ESDM setia kepada konstitusi tentu dia melaksanakan UU berikut turunannya dengan benar,” tukas dia.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional oalisi Publish What You Pay Indonesia mencatat terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang perlu dijadikan fokus prioritas oleh Menteri ESDM.

Pertama, penataan izin usaha pertambangan (IUP). Hal ini harus sejalan dan terintegrasi dengan proses sertifikasi Clean and Clear (CnC), kebijakan satu peta, perbaikan sistem penerimaan negara, dan pelaksanaan pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (PTSP). Kebijakan perbaikan sistem tersebut juga telah dicanangkan oleh Presiden beberapa waktu lalu melalui penerbitan Perpres.

Kedua, pengawasan pelaksanaan standar good mining practices dan tata guna hutan/lahan dalam kegiatan pertambangan. Penegakan aturan dan kebijakan rehabilitasi dan pasca-tambang, serta penindakan yang tegas atas pelanggaran-pelanggaran dan kegiatan  illegal mining.

Ketiga, kebijakan peningkatan nilai tambah, melalui pengawasan target pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam kewajiban pengolahan dan pemurnian, pengaturan mekanisme dan pelaksanaan perizinan ekspor, serta pengaturan tarif dan pajak ekspor bahan hasil olahan/pemurnian.

Keempat, penuntasan proses renegosiasi kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B), sebagai langkah penyesuaian terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4/2009 terkait kewajiban pembangunan smelter, penerimaan negara, tata ruang dan guna lahan/hutan, maupun beberapa aspek lainnya.

Kelima, tindak lanjut pembuatan kebijakan moratorium izin tambang, sebagaimana juga  telah dinyatakan melalui pidato Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Serta keenam, perbaikan regulasi, melalui revisi Undang-Undang Minerba yang telah menjadi program legislatif nasional (prolegnas) di DPR RI.(RA)