JAKARTA – Pemerintah menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dengan Perkara Konstitusi Nomor 111/PUU-XIII/2015 terkait hasil pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan tidak akan menganggu pelaksanaan dan kelanjutan proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW).

Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan putusan MK tersebut tidak membatalkan pasal 10 ayat (2) serta pasal 11 ayat (1) namun hanya sebagai pengingat bahwa usaha ketenagalistrikan nasional harus dalam pengawasan negara.

“Putusan MK tersebut sebagai rambu pengingat agar kebijakan di sektor ketenagalistrikan senantiasa mengacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan bertujuan mensejahterakan rakyat, Hal ini ditujukan agar dalam kegiatan ketenagalistrikan yang menyangkut kepentingan umum tetap berdasarkan prinsip dikuasai negara,” kata Sujatmiko saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Kamis (15/12).

MK dalam putusannya mengabulkan sebagian permohonan uji materi Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT PLN (Persero) tentang pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan yang membuka kemungkinan pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan tidak terintegasi dan terpisah-pisah serta terhadap  pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan terkait peran swasta dalam usaha ketenagalistrikan.

Dalam putusannya MK menyatakan ketentuan pasal 10 ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 apabila diartikan sebagai dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Sementara terkait Pasal 11 ayat (1) sepanjang frasa “badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik”, pihak swasta tidak dilarang untuk terlibat dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, sepanjang masih dalam batas-batas penguasaan oleh negara.
Sujatmiko menegaskan kontrol dan peran serta pemerintah masih tetap ada dalam proyek 35 ribu MW maupun proyek ketenagalistrikan lainnya karena dalam prakteknya nanti diaplikasikan dalam bentuk penetapan tarif maupun harga jual listrik.
“Praktiknya kontrol negara masih kuat melalui kontrol terhadap harga jual dan tarif listrik kepentingan umum. Tarif listrik masih dikontrol oleh pemerintah dan DPR atau gubernur dan DPRD,” ujarnya.
Selain itu, dalam prakteknya industri listrik tidak dapat disamakan dengan industri migas.  Pasalnya, industri listrik tidak mengenal mekanisme unbundling karena di sektor listrik pembagian kerja dibagi menjadi beberapa sektor yakni pembangkit, transmisi, distribusi dan penjualan.

Agus Triboesono, Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan,  menegaskan putusan MK tersebut sama sekali tidak menghambat upaya pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa Indonesia, termasuk pada proyek 35 ribu MW.
“Putusan MK ini justru mendorong agar proyek tersebut dapat terlaksana dengan baik. Tentu saja Kementerian ESDM akan mengatur dan mengawasi pelaksanaannya agar senantiasa sesuai amanah UUD 1945, dan tetap mengawal agar sesuai dengan amanat putusan MK” tandas Agus.(RI)