JAKARTA – PT PLN (Persero) diminta merubah paradigma bisnis dan operasional, tidak hanya mengikuti zaman dengan penerapan teknologi, tetapi juga dari sisi pemasaran.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan dalam perkembangan sektor ketenagalistrikan banyak indikator ekonomi yang harus diperhatikan karena akan langsung berdampak pada tarif listrik. Untuk itu perubahan paradigma dalam berbisnis harus dilakukan.

“Saya ingin menghimbau PLN dan mitranya, harus mulai berfikir customer oriented. Ini harus diusahakan market reliable, bukan lagi producer driver,” kata Jonan dalam paparannya di diseminasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPRL) 2018-2027 di kantor pusat PLN Jakarta, Kamis (22/3).

Menurut Jonan, sebelum terjun ke sektor energi subsektor ketenagalistrikan dinilai tidak akrab dengan pasar alias tidak memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen utama.

“Orang itu membebankan jualan listrik berdasarkan beban produksinya. Bukan ke masyarakat mampunya berapa,” ungkap dia.

Untuk itu, PLN harus bisa berbenah dengan mengatasi permasalahan teknis yang bisa membuat beban produksi membengkak. Pembangkit listrik PLN harus bisa optimal dalam pengoperasiannya karena tidak jarang jika tidak optimal justru disebabkan biaya produksi yang membangkak.

“Pembangkit PLN sendiri terserah mau pakai apa. Capacity factornya harus 80%. Kalau tidak sampai ya harus dihitung (lagi),” kata Jonan.

Biaya produksi harus bisa ditekan guna menghasilkan harga listrik yang bisa dijangkau masyarakat, jika masyarakat tidak mampu menjangkau.

Hal lainnya, dalam rangka kerja sama dengan para Independent Power Producer (IPP) atau pengembang listrik swasta harus juga diperhatikan keekonomian.

Jonan tidak mempermasalahkan para kontraktor mencari keuntungan, akan tetapi mekanisme dalam mendapatkan untung itulah yang harus diperhtaikan.

“Ini (IPP) harus untung, tapi untung panjang. Kalau misalnya untungnya pendek ya tidak bisa (memenuhi keekonomian),” tandas Jonan.(RI)