Lima desa di sekitar tambang PT Tunas Inti Abadi (TIA) di kecamatan Kusan Hulu dan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, membentuk konsorsium perusahaan angkutan batu bara. CV Panca Bina Benua (PBB), demikian nama perusahaan konsorsium tersebut. Mereka mengelola 34 Dump Truck (DT) 10 roda berkapasitas 20-30 ton. Saban bulan, masing-masing desa mengantongi pendapatan Rp 80 juta.

Di sekitar kawasan tambang, terdapat sebuah bangunan berlantai dua.  Di sinilah kantor dan workshop CV Panca Bina Banua. Segala aktivitas perusahaan dijalankan darik gedung tersebut. Mulai dari kegiatan administrasi hingga perbaikan kendaraan.

Meski hanya perusahaan konsorsium dari beberapa desa, namun standar yang digunakan berkelas nasional. Di pintu masuk bangunan, sebuah tulisan besar terpampang ”Area wajib APD”, beserta berbagai rambu keselamatan kerja. Beberapa kendaraan dump truck keluar masuk lokasi. Karyawanpun sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Standar kerja di perusahaan ini mengacu pada standar nasional untuk perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan atauj jasa pertambangan.

Standar kerja nasional bahkan internasional inilah yang diinginkan oleh PT Tunas Inti Abadi (TIA) dalam menginisiasi berdirinya CV PBB. Ya, kehadiran PBB, merupakan inisiasi dari  PT TIA yang mengeluarkan kebijakan menggandeng masyarakat sebagai mitra, guna mengangkut batu bara dari kawasan tambang ke pelabuhan.

Akhirnya lima desa di sekitar lokasi tambang yang juga  merupakan desa binaan TIA, yakni desa Sebamban Baru, Sebamban Lama, Trimartani, Mangkalapi dan desa Bunati, bersepakat membentuk perusahaan patungan. Dan sejak 2014 lalu, jasa CV PBB sudah mulai diguanakan TIA guna mengangkut batu bara dari kawasan tambang ke pelabuhan. Sepanjang hari selama 24 pekerjaan dilakukan tanpa henti, guna menunjang operasional TIA.

“TIA tidak hanya menjadikan kami mitra semata. Sejak awal kami didampingi bagaimana menjadi sebuah perusahaan yang profesional, taat aturan dan komitmen terhadap pekerjaan. TIA-lah yang telah menjadikan PBB seperti sekarang ini sehingga banyak pemuda desa dapat bekerja dan meningkatkan kesejahteraanya, TIA juga mengikutsertakam PBB untuk training dan sertifikasi Pengawas Operasional Pertama (POP) Pertambangan,” jelas Arifin, Manajer Operasi PBB.

Saat ini, PBB telah memenuhi segala regulasi yang diwajibkan selaku perusahaan jasa pertambangan. PBB memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP), SIUP, Izin Tempat Usaha, Izin Gangguan (HO), serta fasilitas BPJS untuk karyawan.  Petusahaan ini juga taat terhadap pengelolaan bidang K3LH dengan tersedianya prosedur-prosedur kerja, sistem pengelolaan limbah dan Sistem Management Keselamatan Pertambangan (SMKP).

Sejak awal, TIA langsung mewajibkan PBB menyisihkan pendapatan perusahaan angkutan kepada 5 desa. Dana pembangunan masyarakat desa yang diserahkan PBB kepada 5 desa dikelola secara bersama, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masing-masing desa. Besar kecilnya dana pembangunan desa, sangat bergantung pada banyaknya batubara yang diangkut oleh PBB. Saat ini, setiap bulannya berkisar Rp80 juta diterima setiap desa dari operasional PBB. Ini belum termasuk penyerapan tenaga kerja sebanyak 118 orang.

“Pengalokasian, penyaluran dan pengelolaan dana yang diperuntukkan bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat sangat transparan. Setiap desa secara mandiri mengelola langsung dana tersebut. Namun TIA tetap melakukan pendampingan agar penggunaannya lebih optimal. Jadi, sebelum adanya dana desa seperti sekarang ini, masyarakat di kawasan tambang kami sudah terlatih mengelola dana desa yang jumlahnya cukup besar,” jelas Fazrinoor, humas TIA.

Fazrin berharap, PBB tidak hanya eksis di wilayahnya semata. Dengan pengalamannya selama ini dan komitmen mereka untuk berkembang, PBB dapat menjadi kontraktor angkutan dimanapun di Kalimantan Selatan, dan bukan tidak mungkin melakukan kegiatan serupa di luar Provinsi Kalimantan Selatan. (AP)