JAKARTA – Mekanisme penyaluran LPG 3 Kg yang disubsidi pemerintah dinilai sangat lemah dan membuat PT Pertamina (Persero) yang menanggung beban subsidi tersebut.

Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada,  mengatakan Pertamina merupakan perusahaan negara, namun beban subsidi LPG yang harus ditanggung Pertamina tetap harus dicarikan solusi. Apalagi mekanisme subsidi yang tidak tepat tersebut telah memberi dampak terhadap cash flow perusahaan.

Pemerintah harus segera menetapkan formula yang pas agar pemberian subsidi LPG 3kg tidak berubah menjadi bom waktu yang bisa memberikan efek negatif, tidak hanya bagi Pertamina tapi juga keuangan negara ke depan.

“Mestinya LPG 3 kg, yang disubsidi, tidak didistribusikan terbuka di pasar, tetap menggunakan jaringan distribusi tertutup, seperti halnya distribusi Raskin, sehingga benar-benar tepat sasran. Bisa juga ditujukan kepada pemegang kartu sejahtera,” kata Fahmy kepada Dunia Energi, Selasa (7/11).

Mekanisme pemberian subsidi yang tepat diperlukan mengingat potensi kelebihan volume terhadap kuota yang sudah ditetapkan dalam penyalurah LPG 3kg terus mengintai. Apalagi sebagian besar LPG adalah impor, sehingga harganya mahal dan berfluktuasi. Pada saat harga minyak tinggi, harga LPG semakin mahal

Pada semester pertama tahun ini saja  harga acuan CP Aramco telah melampaui asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yakni dari US$300 per ton menjadi US$400 per ton.

APBN 2017 telah menetapkan volume subsidi LPG 3kg sebesar 7,096 juta ton.

Hingga September 2017,  Pertamina sudah menanggung kelebihan 1% kelebihan konsumsi dari kuota yang sudah ditetapkan pemerintah.

Muchamad Iskandar, Direktur Pemasaran Pertamina, sebelumnya menyatakan hingga akhir tahun ini kelebihan konsumsinya bisa mencapai 2% dari kuota yang sudah ditetapkan.

“Per September over 1%, sampai akhir tahun nanti sekitar 2%. Itu nilainya subsidi sekitar Rp 1,7 triliun,” kata Iskandar.

Menurut Iskandar, Pertamina  tidak bisa berbuat banyak untuk menahan laju peningkatan konsumsi ini, karena tidak mungkin menahan pendistribusian LPG 3kg tersebut.

“Kita dorong ke LPG Non Public Service Obligation (PSO), salah satunya melalui aksi sosialisasi ke pemda-pemda,” tandas Iskandar.(RI)