JAKARTA – PT Pertamina (Persero) perlu mendorong investasi dan ekspansi perusahaan menyusul lonjakan laba bersih pada semester I 2016 karena didukung oleh peningkatan kinerja operasi dan efisiensi. Laba Pertamina naik 221% menjadi US$1,83 miliar pada semester I 2016. Peningkatan laba bersih tersebut terjadi justru di tengah menurunnya pendapatan perusahaan karena harga minyak mentah yang masih relative rendah.

Sebagaimana perusahaan minyak dan gas dunia lainnya, Pertamina terkena imbas dari penurunan harga minyak yang ditunjukkan dengan pendapatan yang turun menjadi US$17,19 miliar pada semester I 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu US$21,78 miliar. Namun dengan berbagai upaya efisiensi, seperti pada pengadaan minyak dan non minyak, penekanan losses, penurunan biaya pokok produksi kilang, beban pokok pendapatan berhasil ditekan hingga menjadi US$12,81 miliar, turun dibanding periode yang sama tahun lalu US$19,24 miliar.

Seiring dengan itu, laporan keuangan Pertamina menunjukkan laba kotor Pertamina melonjak menjadi US$4,38 miliar pada periode Januari-Juni 2016, dibandingkan periode yang sama 2015 sebesar US$2,54 miliar. “Karena revenue tidak bertambah maka peningkatan laba bersih terkait erat dengan efisiensi yang dilakukan Pertamina yang menurut saya cukup impresif sejauh ini,” ujar Berly Martawardaya, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Indonesia.

Menurut Berly, pencapaian kinerja keuangan Pertamina perlu mendapat apresiasi. Namun, dia mengingatkan pencapaian ini hendaknya  dijadikan sebagai momentum memacu investasi, baik untuk akuisisi maupun research and development (R&D) yang hasilnya akan bisa diperoleh pada jangka panjang.

Ferdinand Hutahean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, mengatakan efisiensi yang telah dilakukan telah memberikan kontribusi penting bagi meningkatkan laba atau margin. Pengaruhnya tentu sangat tinggi bergantung pada efisiensi yang dilakukan.”Efisiensi yang dilakukan Pertamina, terutama pada bagaimana mendapatkan minyak mentah dengan harga yang lebih baik, penurunan ongkos pengolahan, penghematan biaya distribusi dan biaya biaya lain yang masih bisa dihemat,” kata dia.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan raihan efisiensi dan nilai tambah pada semester I sebesar 45% di antaranya bersumber dari efisiensi hulu, sisanya efisiensi pengadaan minyak, upaya menekan losses. “Untuk losses ini angkanya turun menjadi 0,18% dari sebelumnya 0,34%. Padahal standar Internasional losses boleh sampai 0,5%,” ungkap Wianda.

Menurut Wianda, produksi minyak dan gas Pertamina semester I 2016 naik 12% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut juga diikuti dengan penurunan ongkos produksi sebesar 17% dari periode yang sama 2015. Selain itu, biaya pokok produksi kilang Pertamina turun jadi 97,5% dari MOPS. Pada 2014 dan 2015, biaya pokok produksi kilang Pertamina masih diatas 100%.

Pertamina juga sukses memasarkan bahan bakar minyak (BBM), jenis Pertamax dan Pertalite. Saat ini sharenya sudah lebih dari 30% dari total konsumsi bensin. Pertamax dan Pertalite merupakan BBM jenis umum yang banyak digunakan oleh orang mampu dan mengerti kebutuhan mesin kendaraan.

“Pertamina juga telah pula meluncurkan Pertamax Turbo. Artinya, Pertamina sangat inovatif kembangkan produk berkualitas untuk konsumen,” kata dia.(RA/RI)