JAKARTA – Pemerintah membuka pintu untuk mengkaji ulang, bahkan merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil (production sharing contract /PSC) gross split. Namun, revisi baru akan dilakukan jika skema kontrak tersebut sudah dijalankan terlebih dulu oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan sudah berupaya agar skema gross split bisa diterima karena dianggap sebagai cara untuk merubah iklim investasi migas di Indonesia menjadi lebih baik. Masukan dari kontraktor pun akan dibahas, termasuk dengan tidak menutup kemungkinan untuk merubah regulasi yang telah diterbitkan. Asal sudah ada bukti yang jelas bahwa skema baru tersebut memiliki kekurangan atau tidak berfungsi secara optimal.

“Permennya kita akan kaji. Splitnya kan sudah jelas berdasarkan wilayah kerja yang kita analisa. Apakah data yang kita punya it’s a good enough, ada sesuatu yang missing tidak?” kata Arcandra disela konferensi pers pelaksanaan IPA Convex 2017 di Jakarta, Rabu (17/5).

Kaji ulang terhadap regulasi gross split harus merujuk pada implementasi yang telah dilakukan. Padahal, hingga saat ini baru PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java yang telah menerapkan gross split. Itu pun masih berpotensi akan berubah bagi hasilnya karena adanya permintaan split tambahan. “Ini keputusannya, gross split is man made product. Kalau ada hal yang tidak workable is open for discussion and open for change. Tapi kita buktikan dulu dimana tidak workable-nya,” kata dia.

Christina Verchere, Presiden Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), menyatakan para pelaku usaha migas pada dasarnya memiliki komitmen untuk tetap berinvestasi di Indonesia, namun dengan berbagai kondisi yang ada saat ini membuat investor manapun pasti akan menimbang kembali untuk menanamkan modal.

Ada beberapa komponen utama yang diminta pelaku usaha untuk segera dibahas bersama pemerintah. Pertama adalah terkait upaya efisiensi baik dari sisi operasional maupun efisiensi regulasi dan perizinan di sektor migas.
Sistem bagi hasil yang baru juga menjadi concern para pelaku usaha yang pada akhirnya juga pemerintah membuka diri untuk berdiskusi.

Selain itu, masalah insentif fiskal yang sampai sekarang masih menjadi ganjalan para pelaku usaha dalam berinvestasi.

“Kami berdiskusi panjang terkait permasalahan tersebut, dan momen ini (IPA Convex 2017) akan kami manfaatkan untuk mendapatkan solusi,” tandas Verchere.(RI)