JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menegaskan keputusan pemerintah untuk membekukan sementara keanggotaan di organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) tidak akan menganggu proses bisnis Pertamina di dunia internasional.

Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina, mengatakan pembekuan keanggotaan Indonesia dalam OPEC merupakan pilihan rasional dengan mempertimbangkan keseimbangan produksi minyak Indonesia. Apalagi peningkatan produksi minyak mentah nasional justru diperlukan untuk mengurangi impor.

“Jika Indonesia tidak mengambil keputusan strategis ini, artinya impor minyak mentah kita akan semakin tinggi. Dengan demikian, keputusan pemerintah ini sangat rasional dan realistis untuk kondisi saat ini,” kata Dwi dalam keterangannya.

Dalam Sidang ke- 171 OPEC di Wina, Austria, Rabu (30/11), delegasi pemerintah yang dipimpin Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak mengikuti aturan OPEC untuk menurunkan produksi pada 2017.

Keputusan OPEC yang memangkasan produksi 1,2 juta barel per hari (bph) di luar kondensat mengharuskan Indonesia memangkas produksi 5% atau sekitar 37.000 bph. Jika ikut keputusan tersebut tentu akan berdampak cukup signifikan bagi industri migas dan juga upaya ketahanan energi nasional.

Saat ini, Indonesia mengimpor sekitar 50% atau sekitar 430 ribu bph kebutuhan minyak mentah untuk pengolahan di kilang nasional. Untuk produksi minyak mentah Pertamina di dalam negeri hingga September 2016 rata-ratanya mencapai 223 ribu barel per hari atau naik 12% dari periode yang sama tahun lalu. Pembelian dari KKKS naik menjadi sekitar 12 ribu barel per hari dari tahun lalu hanya sekitar 4 ribu barel per hari.

Komaidi Notongegoro, pengamat energi dari Reforminer Institute, menyatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC. Karena untuk bisa mendapatkan benefit keanggotaan pemerintah masih bisa mengupayakan melalui strategi komunikasi antar negara yang baik.

Selain itu, posisi Indonesia juga tidak terlalu signifikan, karena porsi produksi minyak tidak banyak memberikan kontribusi untuk OPEC. Jadi lebih baik Indonesia fokus terhadap pemenuhan kebutuhan minyak di dalam negeri.

“Saat ini dengan produksi yang ada saja bermasalah, apalagi kalau harus diturunkan. Dilihat dari pertimbangan ini, tentu tepat jika sementara berhenti karena kita butuh menaikkan produksi bukan menurunkan,” tandas Komaidi.(RI)