JAKARTA – Persiapan infrastruktur Lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East di Muara Bakau, Kalimantan Timur sudah memasuki tahap finalisasi, sehingga Juni 2017 gas diproyeksi sudah bisa diproduksi.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan ENI Indonesia operator proyek Jangkrik sedang melakukan penyesuaian infrastruktur pendukung pendistribusian gas, yakni Floating Production Storage and Offloading (FPSO) yang dibangun di Yard Karimun, Riau.

“Jangkrik tahun ini sekarang lagi penyelesaian FPSO-nya di Karimun, sebentar lagi akan load out ke lokasi. Jadi kira-kira Juni-Juli gasnya sudah bisa mengalir,” kata Wiratmaja di Jakarta. 

ENI Indonesia memiliki saham sebesar 55 persen di proyek Jangkrik, perusahaan asal Italia itu bermitra dengan GDF Suez dengan kepemilikan 45 persen saham. Rencana pengembangan (plan of development/PoD) proyek Jangkrik disetujui pada 2011 dan pada 2013 ditemukan cadangan terbukti. Pengembangan dua lapangan di proyek Jangkrik sendiri diperkirakan menghabiskan dana investasi sebesar US$ 4,13 miliar dengan target kapasitas produksi gas mencapai 450 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa produksi gas dari lapangan Jangkrik nantinya sebagian akan diserap untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. PT Pertamina (Persero) adalah salah satu offtaker utama gas Jangkrik. Sisanya, gas akan di eskpor.

“Yang pasti ada tiga tranche. Tranche A, tranche B dalam negeri, tranche C ekspor. Untuk tranche A dan B dibeli Pertamina,” ungkap Wiratmaja.

Pertamina sudah mengikat kesepakatan dengan ENI Indonesia untuk membeli gas dari proyek Jangkrik. Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) telah ditandatangani pada 2015 dengan total kapasitas gas sebesar 1,4 juta ton.(RI)