KENAIKAN harga batu bara hingga menembus US$100 per ton membawa berkah bagi perusahaan-perusahaan tambang batu bara. Apalagi pada pertengahan 2016, harga batu bara masih dikisaran US$50 per ton hingga kinerja keuangan tertekan.

Disisi lain, kenaikan harga batu bara justru menjadi beban berat bagi PT PLN (Persero). PLN harus menanggung lonjakan beban yang sangat besar untuk memasok kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), padahal pemerintah telah menetapkan tidak ada kenaikan tarif listrik. Tidak hanya pada kuartal I 2018, namun hingga akhir 2019.

Kondisi inilah yang kemudian membuat pemerintah berencana mengatur dan menetapkan formulasi harga batu bara untuk pembangkit listrik untuk membantu beban yang dipikul PLN.

Untuk mengetahui lebih lanjut tanggapan produsen batu bara terhadap rencana tersebut, Dunia Energi mewawancarai Ido Hutabarat, Presiden Direktur PT Arutmin Indonesia yang juga Ketua Indonesia Mining Assoction (IMA) di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut kutipannya:

Bagaimana tanggapan Anda terhadap rencana penerapan formulasi harga batu bara untuk pembangkit listrik?

Intinya kan yang dikeluhkan Pak Sofyan Basir (Dirut PLN) adalah “Saya tidak diperbolehkan Pak Presiden untuk menaikkan harga listrik, tapi harga batu bara naik, hingga biaya saya membengkak. Bagaimanakah toleransinya, kalau tidak perusahaan rugi. Kalau tidak tolong, bantu dong pemerintah.”

Kalau yang 25% (dari total produksi), harganya diatur sangat rendah, pemerintah mau US$55-US$65 per ton, sekarang HBA US$100 per ton. Benar, batu bara milik pemerintah, tapi tetap harus dipikirkan bagaimana dampaknya terhadap 75% yang diekspor. Kan ada royalti, pajaknya juga. Lalu dampak multiplier effect-nya, yang membeli saham perusahaan tambang batu bara, kan revenuenya turun. Ini juga berefek ke investor-investor. Ini yang mohon dipikirkan dampaknya.

Saya belum tahu apakah pemerintah akan memberikan kompensasi. Sekarang rata-rata harga jual ke PLN berdasarkan HBA sesuai Permen ESDM 7/2017.

Saat ini sudah sejauh mana pembahasan yang dilakukan antara pemerintah, pelaku usaha dan PLN? 

Saya ikut rapat sekali dengan Pak Menteri (ESDM), PLN, dan pengusaha batu bara, saat itu hanya jejak pendapat saja. Itu hanya ngobrol-ngobrol. Kalau Pak Menteri mau membuat keputusan harus hati-hati, karena menyangkut harga. Kalau saya usulkan, urunan saja.

Produksi batu bara nasional 440 juta, PLN butuh Rp14 triliun, ya sudah kita talangi saja 1 tonnya US$2 untuk produsen batu bara. Tapi jangan disentuh harga. jangan sampai utak-atik harga.

China saja tahun lalu pemerintahnya tidak menetapkan harga jauh di bawah harga dunia. Kalau kita menetapkan dan tidak merefleksikan harga dunia, saya sebagai IMA, mohon dipikirkan ulang apa dampaknya terhadap industri batu bara Indonesia.

Sebenarnya yang diminta PLN seperti apa?

PLN minta minimal-maksimal. Kami tinggal menunggu dari pemerintah. Tapi mohon dipertimbangkan karena ini sudah menyentuh harga, tidak merefleksikan harga dunia, nanti bisa terjadi arbitrase.

Selama ini kami mengikuti HBA tiap tiga bulan. Kalau ada perubahan kami diskusi lagi dengan PLN, karena PLN ada hak untuk menawar. Artinya, masih dalam koridor harga dunia, tapi untuk PLN, dapat diskon lah.

Sepanjang sejarah anggota IMA selalu dukung programnya PLN. Kontribusi anggota IMA tidak diragukan lagi. Anggaplah pengusaha itu mitra, sehingga bisa berdialog mana yang menguntungkan mana yang tidak, sehingga bisa meminimalisir kerugian yang tidak perlu.

Usulan dari pelaku usaha seperti apa terkait rencana pemerintah menetapkan formulasi harga batu bara untuk pembangkit?

APBI (Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia) sudah mengusulkan harga US$85 per ton, kami ikut saja. Untuk dua tahun fix itu bisa saja.

Harga batu bara kan cenderung fluktuatif. Kalau prediksi Anda, harga batu bara yang tinggi saat ini bertahan sampai kapan?

Harga batu bara seperti sekarang masih bisa bertahan hingga pertengahan tahun ini, Juni 2018, Produksi batu bara kalori tinggi sudah berkurang, terutama di Indonesia. Permintaan dari China cukup besar, produksi mereka besar tapi produksi China kan di atas daerah utara, sementara pengguna di bawah. Jarak dari atas ke bawah China itu sama dengan dari Indonesia ke China. Akhirnya mereka impor.

Kenapa harga melemah di Desember, karena beberapa port di sana ditutup, dengan harapan bisa memaksimalkan produksi dalam negeri. Ternyata produksi dalam negeri tidak bisa, begitu kewalahan tidak punya batu bara maka harga naik dari Januari-Februari.

Kenapa pelaku usaha terkesan begitu keberatan terhadap rencana kebijakan formulasi harga batu bara untuk pembangkit dari pemerintah, padahal harga tinggi saat ini kan tidak akan terus bertahan? 

Dalam ilmu tambang itu, kami menjaga konservasi cadangan. Sangat penting konservasi cadangan di Indonesia. Kalau tidak menjaga, 8-10 tahun lagi PLN bisa impor batu bara.

Sekarang saya lihat suplai tidak banyak, produk ekspor Indonesia turun, Januari-Februari.  Dulu banjir ekspor ke China. Jadi nomor satu itu konservasi cadangan, good mining practise.

Arutmin sendiri memasok berapa besar batu bara ke PLN? 

Arutmin 25% produksinya untuk PLN, sisanya ekspor. Kami punya kontrak ke PLN 10 juta ton per tahun, harga ikut SK Menteri. Untuk ekspor, batu bara Arutmin ditujukan ke Filipina, India, Jepang. Tidak ada pasar baru.

Tahun ini berapa target produksi Arutmin?

RKAB 2018 tadinya kami dapat 33 juta ton, tapi ada surat lagi dari Pak Menteri turun jadi 28,8 juta ton. Saya tidak tahu  kenapa turun.

Sekarang harga batu bara pada posisi tinggi, seharusnya kinerja perusahaan-perusahaan batu bara positif? 

Produsen batu bara kalau menambangnya benar, sekarang harusnya sudah bisa bernafas, membayar utang-utang lama.

Dengan kondisi keuangan yang positif, harusnya produsen batu bara mempunyai daya tawar yang tinggi?

Ido Hutabarat

Pada tahun ini konsumsi domestik 80 juta, dalam 10 tahun bisa naik dua kali lipat. Total produksi nasional 460 juta ton, pemerintah mematok produksi tapi ekspor berkurang.  Bargaining power produsen batu bara tidak punya, Pak Presiden yang punya hak prerogatif.  Saya takutnya dampak terhadap yang 75% yang kami belum tahu.

Bagaimana jika pemerintah tetap menetapkan formulasi harga yang tidak sesuai dengan harapan produsen batu bara?

Kita belum punya pengalaman pemerintah menentukan harga di bawah harga pasar,  belum pernah ada. Seumur Indonesia belum ada. Saya tidak tahu bagaimana reaksi pasar terhadap harga yang ditentukan dalam negeri. Pasar jangan dilawan, jangan coba-coba intervensi harga. Yang pernah terjadi kan harga minyak, akibatnya banyak tanker-tanker di tengah laut.

Saya tidak tahu akibatnya nanti kalau pemerintah menentukan harga diluar market, karena belum pernah terjadi.(RA/AT)