JAKARTA – Pemerintah memproyeksikan subsidi listrik hingga 2018 akan membengkak dari anggaran yang sudah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018. Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan hingga Juni realisasi penyaluran subsidi listrik telah mencapai Rp25,01 triliun.

Pemerintah dalam proyeksinya memperkirakan hingga akhir tahun subsidi membengkak menjadi Rp59,99 triliun.

“Kebutuhan subsidi listrik APBN 2018 Rp52,66 triliun, namun alokasi subsidi listrik APBN 2018 sebenarnya sebesar Rp47,66 triliun (carry over di tahun berikutnya Rp. 5 triliun),” kata Jonan di sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR di gedung DPR Jakarta, Kamis (19/7).

Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan penambahan subsidi listrik berpotensi terjadi lantaran perubahan beberapa parameter seperti perubahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta Indonesia Crude Price (ICP).

APBN 2018 mematok ICP dipatok US$48 per barel dan realisasi hingga Juni rata-rata ICP mencapai US$66,55 per barel. Hingga 2018, proyeksi ICP diperkirakan sebesar US$65 per barel.

“ICP naik kan, sedangkan harga (tarif listrik) tidak naik, makanya subsidi harus naik,” kata Andy.

Selain itu, jumlah pelanggan atau konsumen listrik juga naik sekitar 4%-5%.

“Jumlah pelanggan naik 4%-5%.
450 VA dan 900 VA yang ada di TNP2K, plus 450 yang di 3T,” papar Dia.

Selain peningkatan jumlah pelanggan, konsumsi listrik juga masih cukup stabil. Data yang masuk hingga Juni, konsumsi listrik sudah mencapai 112 TWh. Jumlah tersebut diyakini akan terus bertambah hingga akhir tahun, bahkan bisa melampaui realisasi tahun lalu.

“Itu per Juni 112 TWh. Pada 2017, 221 TWh, ya diatas 225 TWh (akhir tahun). Satu tera bedanya, besar loh,” tukas Sommeng.

Pada 2019, Kementerian ESDM mengajukan subsidi lebih besar dari anggaran pada tahun ini. Alokasi subsidi untuk listrik dengan asumsi nilai tukar Rp13.000 per dolar AS dan ICP US$60  per barel, serta inflasi 3,5% maka subsidi Rp 53,96 triliun. Sementara jika asumsi nilai tukar rupiah Rp14.000 per dan ICP US$ 70  per barel dengan tingkat inflasi 3,5% maka dana yang dibutuhkan sebesar  Rp 58,9 triliun.(RI)