JAKARTA– PT Timah (Persero) Tbk (TINS), badan usaha milik negara yang fokus pada kegiatan penambangan timah, memproyeksikan peningkatan produksi  sepanjang tahun ini mencapai 25 ribu ton didorong oleh proyeksi kenaikan harga timah. Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan Timah, memproyeksikan harga timah berkisar US$ 17.480-US$ 18.255 per ton dan proyeksi penjualan sepanjang tahun ini  mencapai US$ 437 juta-US$ 456 juta.

“Kami berharap tren kenaikan harga timah bisa berlangsung hingga Desember 2016,” ujarnya.

Tren kenaikan harga timah diharapkan bisa mengangkat kinerja keuangan Timah yang negatif sepanjang periode Januari-Juli 2016 yang mencatat kerugian Rp155,384 miliar. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp863,122 miliar.

Kinerja pendapatan perusahaan sepanjang semester I 2016 juga kurang moncer, yaitu turun 12,34 persen menjadi Rp2,82 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,22 triliun. Hal ini disebabkan turunnya penjualan ekspor di semester I 2015 sebesar US$236,76 juta atau Rp 3,08 triliun menjadi hanya US$179,75 juta atau Rp2,41 triliun di periode yang sama 2016.

Tren penurunan ini juga terlihat sejak tahun lalu, perusahaan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 84,9 persen menjadi Rp101,58 miliar pada 2015, dari 2014 yang mencapai Rp673 miliar. Anjloknya laba bersih perseroan disebabkan peningkatan beban, mulai dari beban pokok, beban penjualan hingga beban keuangan. Sementara itu, pendapatan Timah sepanjang tahun 2015 mencapai Rp6,87 triliun, turun 8,5 persen dibanding 2014 sebesar Rp7,51 triliun.

Penurunan rata-rata harga timah dibanding 2014 jadi biang keladi yang membuat perseroan mengalami penurunan pendapatan. Harga jual rata-rata logam timah sepanjang 2015 sebesar USD16.186 per metrik ton (MT), turun 25 persen dibanding 2014 sebesar USD21.686 per MT akibat meningkatnya pasokan timah di pasar dunia, khususnya di kuartal I dan II-2015. (DR)