JAKARTA – Jelang satu bulan sejak berakhir izin ekspor konsentrat pada 11 Januari 2017, PT Freeport Indonesia mendesak pemerintah segera memberikan kepastian perpanjangan izin ekspor. Anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu mengklaim produksi konsentrat tembaga yang dihasilkan dari tambang Grasberg, Papua akan tidak bisa lagi ditampung di gudang penyimpanan.

“Kita berharap segera ada penyelesaian, gudang hampir penuh. Kita juga belum nyaman untuk berinvestasi,” kata Riza Pratama, Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia di Jakarta, Kamis (9/2).

Menurut Riza, Freeport sudah mengajukan perubahan status kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus sebagai syarat untuk mendapatkan izin ekspor. Namun, hingga kini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih memproses pengajuan tersebut.

“Kita memang sudah mengajukan perubahan status menjadi IUPK, tapi kami juga ajukan beberapa persyaratan,” ungkap Riza.

Freeport-McMoRan sebelumnya menyebutkan penundaan izin ekspor konsentrat akan berdampak pada terpangkasnya produksi tembaga sebesar 70 juta pound dan 70 ribu ounce emas setiap bulan. Freeport pada 2017 memproyeksikan produksi tembaga sebanyak 1,3 miliar pound dan emas 2,2 juta ounce.

Jika terus tertunda, Freeport berencana memangkas produksi konsentrat yang sesuai dengan kapasitas produksi PT Smelting, perusahan pengolahan dan pemurnian yang 25 persennya dikuasai Freeport. Smelting yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur tercatat menyerap 40 persen dari total produksi Freeport.

Pada 6 Februari 2017, Freeport mengeluarkan surat pemberitahuan yang ditujukan ke seluruh supplier dan kontraktor untuk memberikan informasi mengenai kemungkinan dampak belum terbitnya izin ekspor konsentrat dari pemerintah bagi kelangsungan operasi perusahaan.

Surat yang ditandatangani Christopher J. Porter, Vice President Supply Chain Freeport Indonesia menyebutkan, manajemen Freeport telah menyiapkan sejumlah skenario terkait semakin menumpuknya mineral konsentrat tembaga. Ada tiga isu utama yang hendak ditangani Freeport, yakni masalah keamanan, pekerja, dan komunikasi.

Masalah penanganan tenaga kerja dianggap menjadi hal yang krusial, sebagai dampak jika Freeport menghentikan produksi. Freeport Indonesia berencana memangkas para pekerja dari kontraktor, sebagai tahap pertama.

Untuk isu keamanan, manajemen menyatakan telah mengkomunikasikan berbagai kemungkinan yang akan terjadi terhadap perusahaan.(RA)